Bikin Macet Jalan Protokol, Ketua DPRD DKI Minta Portal Perumahan Dibuka Agar Bisa Dilewati Kendaraan

Kamis, 06 Juli 2023 | 16:41 WIB
Bikin Macet Jalan Protokol, Ketua DPRD DKI Minta Portal Perumahan Dibuka Agar Bisa Dilewati Kendaraan
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi meminta agar portal-portal perumahan yang saat ini ditutup segera dibuka. Menurutnya, kebijakan ini bisa mengakibatkan kemacetan di jalan protokol.

Hal ini disampaikan Prasetyo saat membuka Focus Group Discussion (FGD) penanganan kemacetan yang digelar Pemerintah Provinsi DKI di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (6/7/2023).

Berdasarkan pengalamannya, jalur perumahan kerap menjadi pilihan ketika jalan utama sedang macet. Namun, saat ini ia tak bisa melakukannya lantaran pintu keluar dan masuknya sudah diportal.

"Di perumahan cluster -cluster itu pak, itukan ada portal-portal. Dulu zaman saya kecil, saya di Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, saya tinggal di situ, Itu orang kalau macet di tengah protokolnya, dia ngambil jalan tembusan-tembusan itu," ujar Prasetyo.

Baca Juga: Bikin Macet, Ketua DPRD DKI Ultimatum Kadishub: Anggota di Lapangan Jangan Celelekan, Sok Cegat Mobil Orang!

"Sekarang ini terus terang aja, mohon maaf mungkin di sini ada pengembang, ini seenaknya dia aja. Dia tutup, dia ngga kasih buka. Kita ga bisa lewat. akhirnya apa yang terjadi? (Jalan) protokol lagi yang dikejar. Ya macet, pak," ucapnya.

Terlebih lagi, saat ini jalan utama juga semakin sempit karena adanya jalur Transjakarta dan sepeda. Dengan adanya jalur perumahan maka kendaraan memiliki jalan lain sebagai pilihan.

"Jadi banyak yang jalan-jalan yang harus bisa solusi. Tapi kalau ini nggak digerakkan, hanya pertemuan begini saja, nggak ada nggak ada putusannya, nggak ada gunanya pak pertemuan ini. Jadi harus ada langkah-langkah," tuturnya.

Respons Pemprov DKI

Sementara, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut masalah macet di Jakarta tak bisa diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi DKI saja. Ia meminta Pemerintah Daerah penyangga juga ikut mencari solusinya.

Baca Juga: DPRD Ungkap Masih Ada Miliaran Dana KJP Mengendap di Bank DKI

Sebab, kemacetan di Jakarta disebabkan oleh warga daerah penyangga yang bekerja di Jakarta. Penggunaan kendaraan pribadi yang masif hingga memenuhi jalan di satu waktu mengakibatkan kemacetan.

"Pemda DKI berkeinginan untuk menyelesaikan masalah ini secara bertahap. tidak bisa solusi itu selesai besok pagi, lalu lintas tidak macet, tidak bisa. Tetapi Bekasi, Depok, Tangerang, mari kita sama-sama bisa menyelesaikan. Minimal mengurangi," ujar Heru di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (6/7).

Untuk itu, Pemprov DKI menggelar FGD terkait penanganan kemacetan lalu lintas di Jakarta. Diskusi ini diikuti berbagai pihak, mulai dari Dinas Perhubungan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Bank Indonesia, perwakilan pengusaha, hingga pengamat kebijakan publik.

Dalam kesempatan itu, Heru menyebut pihaknya sudah memiliki kebijakan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas dari daerah penyangga menuju Jakarta dan sebaliknya. Salah satu kebijakan terbaru adalah penyediaan layanan Transjakarta dengan rute Terminal Kalideres di Jakarta Barat ke Bandara Soekarno Hatta di Tangerang.

Terdapat juga layanan transportasi di titik perbatasan Jakarta dengan Bekasi yang memiliki tingkat keramaian tinggi.

"Begitu juga di Bogor. Dinas Perhubungan Bogor dengan kita, titik-titik dan jam-jam tertentu hari tertentu kita jemput ke posisi titik keramaian, sehingga kendaraan yang masuk ke Jakarta itu bisa berkurang. Itu Pemda DKI berusaha terus-menerus untuk mengatasi kemacetan," kata Heru.

Lebih lanjut, Heru menyebut kemacetan merupakan masalah serius di ibu kota. Bahkan, ia mengistilahkan pada jam sibuk pukul 06.00 WIB lalu lintas Jakarta seperti air bah.

"Kalau jam 6 itu seperti air bah. Dari Hekasi, Tangerang, Depok, jam yang sama (datang) menuju Jakarta," tuturnya.

Karena itu, Heru menyebut berdasarkan hasil diskusinya dengan berbagai pihak diperlukan pembagian jam kerja. Tujuannya agar kendaraan tidak menumpuk dalam satu waktu yang menyebabkan kemacetan parah.

"Ada yang masuk jam 8, ada yang masuk jam 10. Ini tergantung bapak Ibu sekalian," ucapnya.

Ia menyebut masukan paling penting adalah dari para pengusaha mengenai kesanggupannya mengikuti pembagian jam kerja untuk para karyawan. Hasil diskusi ini selanjutnya akan dibawa ke Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) untuk dibahas lebih lanjut.

"Mari memberikan masukan, khususnya asosiasi atau pemilik gedung-gedung, pengelola, maupun Kementerian untuk bisa berdiskusi," katanya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut rencana pengaturan jam kerja di Jakarta kembali molor. Sebab, pembahasan lewat Focus Group Discussion (FGD) kembali tertunda.

FGD ini pernah dilakukan pada awal November 2022. Selanjutnya, rencana FGD kedua seharusnya digelar pada 17 Mei.

Syafrin mengatakan, penundaan FGD ini lantaran Pemprov DKI sedang sibuk menyiapkan rangkaian acara perayaan HUT ke-496 DKI.

"Kan FGD kemarin itu cancel karena kan ada kegiatan. Sehingga, FGD nya dimundurkan ke tanggal 28 Juni. Kita dapat tempatnya bulan Juni karena sampai dengan tanggal 22 kita sedang persiapan HUT Jakarta," ujar Syafrin di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (25/5).

Lebih lanjut, Syafrin mengatakan FGD nanti beragendakan menampung masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari pihak pengusaha, pekerja, hingga pengelola gedung kantor terkait analisis rencana ini.

Sejauh ini, terdapat usulan pembagian dua waktu masuk kantor, yakni pukul 08.00 dan pukul 10.00 WIB. Kedua waktu itu dipilih agar harapannya bisa mengurangi puncak kemacetan pada pukul 07.00 WIB.

"Dalam analisis kami, puncak pagi itu kejadiannya jam 7 karena semuanya berusaha untuk sampai sebelum jam 8 di tempat kerja. Nah, begitu ada pembagian 2 sif, jam puncaknya itu akan terdistribusi dari jam 7 ke jam 8 dan 9. Sehingga, kepadatan lalu lintas akan turun," tutur Syafrin.

"Kita akan diskusikan pelaksanannya pada saat di FGD. Nanti kita juga akan undang akademisi, praktisi, sehingga akan kita sepakati disana seperti apa. Usulannya nanti akan kami tampung, kita eksekusi bersama," tambahnya memungkasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI