Suara.com - Puluhan warga di Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semono, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dilaporkan terjangkit antraks. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis ini ditularkan kepada manusia melalui hewan-hewan ternak, seperti sapi.
Manusia yang terinfeksi antraks bisa mengalami mual, demam, kulit berubah menjadi hitam, hingga berpotensi kehilangan nyawa. Puluhan warga Gunungkidul yang terjangkit diketahui sempat kontak langsung dengan hewan ternak terkait. Adapun berikut keenam fakta selengkapnya.
1. Puluhan Orang Terjangkit dan Tiga Meninggal Dunia
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut bahwa ada 93 warga Gunungkidul yang dinyatakan positif antraks. Kasus ini menjadi yang pertama di sana dan Kemenkes masih melakukan penyelidikan epidemiologi.
Baca Juga: Beda Data Korban Meninggal Akibat Antraks dengan Kemenkes, Ini Klarifikasi Dinkes Gunungkidul
Lalu, dikatakan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, akibat terjangkit antraks, satu orang dilaporkan meninggal dunia. Sementara menurut data Di Kemenkes, jumlah pasien yang meninggal mencapai tiga orang.
Warga yang meninggal langsung dibawa ke RSUP Sardjito pada Sabtu (1/7/2023). Sedangkan pihak Dinkes Gunungkidul baru menerima laporan mengenai hal tersebut tiga hari setelahnya. Usai mengetahuinya, mereka bersama Satgas One Health dari Kapanewon Semanu bergerak.
2. Berawal dari Menyembelih dan Memakan Hewan Ternak yang Mati
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawaty menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari warga menyembelih dan mengonsumsi sapi yang sudah mati. Warga ini pun menjadi salah satu korban meninggal dunia usai terlibat pemotongan sapi yang kena antraks.
3. Warga Kontak Langsung dengan Hewan Antraks
Baca Juga: Warga di Gunungkidul Meninggal Karena Konsumsi Daging Sapi Terjangkit Antraks, Apa Itu?
Berdasarkan hasil penelusuran, sebanyak 125 orang melakukan kontak langsung dengan hewan ternak yang mati karena antraks. Adapun 18 orang diantaranya memiliki gejala luka, pusing hingga diare. Meski begitu, tidak ada warga lain yang perlu rawat inap di rumah sakit akibat antraks.
4. Masyarakat Diimbau Tak Konsumsi Sembarangan Hewan yang Mati
Kepada masyarakat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawaty pun mengimbau agar tidak menyantap hewan yang mati secara sembarangan. Edukasi ini menurutnya paling penting supaya tak ada lagi yang terjangkit antraks.
Sementara itu, Dinas Kesehatan Kulon Progo juga meminta agar masyarakat berhati-hati terhadap antraks. Kewaspadaan ini diperlukan mengingat wabah serupa pernah menjangkit Kulon Progo pada 2017 lalu. Di mana 16 warga terjangkit antraks yang menyerang kulit.
5. Pengawasan Ketat terhadap Ternak
Menanggapi kasus antraks yang terjad di Gunungkidul, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo mulai memperketat pengawasan hewan ternak. Hal ini dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) dan Dinas Kesehatan Kulon Progo.
Petugas dari Poskeswan di 12 Kapanewon Kulon Progo dikerahkan untuk memeriksa kondisi seluruh hewan seperti sapi, kambing, hingga domba yang rentan terinfeksi antraks. Lalu, dikatakan Kepala DPP Kulon Progo, Trenggono Trimulyo, akan ada pula penyuluhan bagi para peternak.
Diantaranya informasi soal tanda-tanda awal antraks pada hewan ternak hingga langkah-langkah pencegahan yang wajib diambil. Tak ketinggalan tentang vaksinasi yang sesuai serta prosedur sanitasi agar terhindar dari penyebaran penyakit ini.
6. Lima Hewan Terjangkit Antraks dan Lalu Lintas Ternak Dibatasi
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Gunungkidul menemukan lima ekor hewan ternak yang terinfeksi antraks. Penyakit ini dialami hewan-hewan itu sejak dari November 2022 hingga menjelang Hari Raya Idul Adha 2023.
Lima hewan itu memiliki gejala mati mendadak, namun malah disembelih hingga dikonsumsi oleh warga. Atas temuan kematian ternak, DPKH melakukan isolasi terbatas terhadap lalu lintas ternak di Kecamatan Kapanewon Semanu sebagai langkah mencegah penyebaran antraks.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti