Bukan Tobat Keluar Penjara, Emak-emak jadi Dalang Praktik Aborsi di Kemayoran, Sewa Kontrakan hingga Rekrut Anak Buah

Senin, 03 Juli 2023 | 17:37 WIB
Bukan Tobat Keluar Penjara, Emak-emak jadi Dalang Praktik Aborsi di Kemayoran, Sewa Kontrakan hingga Rekrut Anak Buah
Ilustrasi--Bukan Tobat Keluar Penjara, Emak-emak jadi Dalang Praktik Aborsi di Kontrakan. [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing.]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polisi menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus praktik aborsi yang bermarkas di sebuah rumah kontrakan di Jalan Mirah Delima, Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dari kesembilan tersangka ini, dua di antaranya yang berinisial SN (51), dan NA (33) merupakan penjahat kambuhan kasus serupa.

"Kedua orang ini adalah residivis sebelumnya telah menjalani hukuman untuk kasus yang sama. NA baru saja keluar bulan Juni 2022, dan SN juga baru keluar pada bulan tanggal 7 Mei 2022,” kata Komarudin, saat di lokasi, Jakarta Pusat (3/7/2023).

Komarudin mengatakan, dua tersangka ini merupakan otak sekaligus berperan sebagai eksekutor aborsi.

"Tersangka NA ini asisten sekaligus boleh dikatakan otak dari klinik aborsi ini, karena yang pertama NA ini yang mengontrak rumah. Kemudian NA juga yang menghubungi SN untuk sebagai yang melakukan tindakan (aborsi)," ucap Komarudin.

Baca Juga: 5 Fakta Klinik Aborsi di Kemayoran: Janin Dibuang ke Kloset, Tarif Segini

Selain SN dan NA, polisi juga menetapkan 7 orang lainnya sebagai tersangka. Yakni SW, berperan sebagai orang yang membantu praktik aborsi, SA berperan sebagai sopir antar jemput pasien, dan 5 tamu yakni JW, IR, IF dan AW dan MK.

Dari pengakuan tersangka, kedua tersangka telah memulai praktik aborsi ini sejak 1 bulan terakhir. Mereka memasarkan praktik tersebut melalui media sosial.

Klinik tersebut lanjut Komarudin, tidak oernah sepi. Ada saja pelanggan atau wanita yang datang untuk menggugurkan kandungannya.

"Mereka mematok tarif kalau dibawah 3 bulan ongkosnya itu antara Rp 2,5 - Rp 8 juta, kalau diatas 3 bulan Rp 15 juta. Mereka mematok atas dasar usia kandungan," ujar Komarudin.

Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 76 c Jo Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Baca Juga: 50 Wanita Aborsi di Klinik Kemayoran, Polisi: Janin Dibuang ke Kloset

Gerebek Rumah Kontrakan

Kasus praktik aborsi ilegal itu terungkap setelah polisi menggerebek sebuah rumah kontrakan di Jalan Mirah Delima, Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (28/6/2023) lalu.

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin menyebut terbongkarnya praktik aborsi ini bermula soal kecurigaan masyarakat terhadap rumah tersebut.

Kecurigaan warga, lanjut Komarudin, muncul lantaran banyaknya tamu wanita yang datang ketempat tersebut.

"Kurang lebih sekitar 1 bulan mengontrak di tenpat ini dan aktivitasnya sangat tertutup. Mobilisasi hanya mobil yang datang dan pergi termasuk beberapa wanita yg lebih banyak masuk ke dalam,” kata Komarudin, Rabu (28/6/2023).

Komarudin mengatakan, pada awalnya rumah tersebut dicurigai sebagai penampungan TKI ilegal. Usai digeledah ternyata rumah tersebut dijadikan tempat aborsi.

Otaknya Ibu Rumah Tangga

Dari hasil penggerebekan ini, polisi meringkus tujuh orang yang sedang berada di dalam rumah. Dua di antaranya merupakan eksekutor yakni berinisial SN dan NA.

"SN wanita selaku eksekutor. SN ini bukan berlatar belakang medis, dia hanya ibu rumah tangga,” kata Komarudin.

Sementara NA, berperan sebagai orang yang mensosialisasikan praktik aborsi tersebut. Ia juga berperan untuk mencari pasien dan menjadi asisten di rumah aborsi itu.

Tim Subdit III Sumdaling Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya menggeledah dua bangunan rumah yang dicurigai sebagai tempat praktik aborsi ilegal di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (24/2).
Tim Subdit III Sumdaling Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya menggeledah dua bangunan rumah yang dicurigai sebagai tempat praktik aborsi ilegal di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (24/2).

"Termasuk juga menjemput pasien, jadi ini sistemnya, sistem antar-jemput sangat rapi sekali makanya pak RT dan warga sangat terkecoh dari aktivitas yang di dalam,” jelas Komarudin.

Selain kedua eksekutor, polisi juga menemukan 4 orang pasien dalam rumah tersebut. 3 diantaranya masih dalah kondisi pendarahan lantaran baru saja melakukan abirsi.

"Tiga orang baru saja selesai melaksanakan tindakan. sedang beristirahat karena masih pendarahan, dan 1 orang sedang baru mau akan dilakukan,” ungkapnya.

Kemudian seorang pelaku lagi yang membantu praktik illegal ini yakni SM, ia berperan sebagai sopir yang mengantar jemput para pasien. Baik sebelum maupun sesudah melakukan aborsi. SM mengaku mendapat upah senilai Rp500 ribu untuk dalam sehari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI