Suku Bali Aga Menjaga Tradisi Leluhur Pulau Dewata

Chandra Iswinarno Suara.Com
Jum'at, 30 Juni 2023 | 23:35 WIB
Suku Bali Aga Menjaga Tradisi Leluhur Pulau Dewata
Wisatawan mancanegara menyaksikan dari dekat kuburan tradisional Suku Asli Bali di Pemakaman Desa Terunyan Kabupaten Bangli. [Suara.com/Binar Sebaya]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Warga Hindu menyebutnya dengan istilah Salah Pati atau Ulah Pati. Kuburan ini berlokasi di batas desa. Mayat tersebut dikubur dalam-dalam.

Pintu masuk area pekuburan kuno Desa Adat Terunyan Kabupaten Bangli. [Suara.com/Binar Sebaya]
Pintu masuk area pekuburan kuno Desa Adat Terunyan Kabupaten Bangli. [Suara.com/Binar Sebaya]

"Kami juga punya area bernama Tantan Buni, tempat menggantung ari-ari (plasenta). Di desa lain, ari-ari biasanya ditanam di halaman rumah. Namun kami di sini apabila ada warga melahirkan, ari-ari anaknya digantung di area Tantan Buni," jelasnya.

Bade Mengapung di Danau Batur

Satu-satunya akses untuk masuk ke tiga kuburan di Desa Adat Terunyan hanya dengan transportasi air. Dari demarga ke kuburan rata-rata ditempuh 10 sampai 20 menit dengan perahu dayung. Kalau memakai boat, akan lebih cepat.

Ngaben atau upacara pengembalian lima elemen dasar pembentuk badan manusia, berlangsung tidak biasa di Desa Adat Terunyan. Bade sebagai sarana yang akan membawa simbol jenazah, juga harus diseberangkan menuju Sema Wayah.

Kelompok transportasi Danau Batur di Desa Terunyan turun tangan khusus membantu warga yang menggelar upacara ngaben. Satu per satu perahu dirangkai agar kuat menyeberangkan bade sekaligus keluarga atau tokoh-tokoh adat yang terlibat.

Seiring berjalannya waktu, kini biasanya warga merangkai bambu untuk mengangkut bade. Pelampung direkatkan di bagian tepi atau bawah bambu kemudian dilanjutkan dengan memasang mesin perahu. Setelah sampai di Sema Wayah, bade tersebut ditenggelamkan dengan posisi terbalik.

"Untuk Ngaben kami memang membutuhkan dana yang besar. Sarana dan prasarana beda dengan di darat. Mengangkut bade kami membuat rakit khusus. Kalau dulu ada beberapa sampan yang dirangkai. Sekarang sudah membuat rakit dari bambu berisi pelampung dan memakai mesin perahu," jelas Jro Baskara.

Jika Ngaben di desa lainnya berakhir dengan pembakaran mayat, ini tidak berlaku di Desa Adat Terunyan. Tak ada prosesi pengambilan mayat atau tulang untuk dibakar.

Baca Juga: Kemensos Kirimkan Bantuan untuk Pendirian Lumbung Sosial di Trunyan Bali

Nama almarhum dituliskan dalam sehelai daun lontar kemudian dirangkai bersama kayu cendana dan janur. Itulah jenazah yang disimbolkan.

REKOMENDASI

TERKINI