***
Desa Krimun, berada di sisi Jalan Raya Pantura Jawa Barat. Jaraknya sekitar 800 meter dari jalan utama penghubung Pulau Jawa, yang tak pernah sepi dari lalu lalang kendaraan.
Namun di balik bising roda-roda, ada kesunyian dan ketentraman dari Komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu di dalamnya.
Mendengar kata suku, tentu yang terlintas di kepala banyak orang adalah kelompok sosial yang memiliki perbedaan identitas kebudayaan. Beda halnya dengan apa yang dimaknai oleh Wardi. Arti suku bagi Dayak Indramayu, begitu masyarakat umumnya memanggil kelompok ini, adalah kaki dalam bahasa lokal.
Sedangkan, dayak berasal dari kata mengayak atau menyaring. Dayak yang dimaksud, sama sekali tidak ada kaitannya dengan Suku Dayak yang berada di Pulau Kalimantan.
"Jadi Dayak itu menyaring. Dalam kehidupan ini, antara salah dan benar," katanya.
Sementara Hindu dan Budha, bukan dalam arti agama resmi yang tercatat dalam Kartu Tanda Penduduk. Hindu di sini berarti fase hidup manusia di dalam rahim ibu, sementara Budha berarti telanjang. Selayaknya kondisi manusia ketika baru dilahirkan.
Bumi menurut Suku Dayak adalah wujud dan segandu artinya sekujur badan. Nama Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu kerat kaitannya dengan ajaran Ngaji Rasa. Ajaran kebatinan yang mengambil nilai mendahulukan penilaian kepada diri sendiri.
Wardi bercerita, Suku Dayak Indramayu tidak serta merta lahir sebagai kelompok kebatinan. Pada tahun 1970, kelompok ini merupakan perguruan silat bernama SS dan berganti nama kemudian pada tahun 1982 menjadi Jaka Utama.
Baca Juga: Menyisir Jejak Leluhur dan Jati Diri di Hindu Mangir
"Dalam artian. Jaka itu pemuda atau yang utama," tutur Wardi.