Suara.com - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai sayembara berhadiah menangkap begal yang diumumkan Kepala Desa (Kades) Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi Nemin bin Sain merupakan bentuk kritik keras masyarakat karena ketidakberdayaan negara melawan kejahatan.
Menurut Bambang, Polri sebagai representasi negara dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat tidak bisa hadir memberikan rasa aman.
"Ini bentuk protes masyarakat kepada negara, dalam hal ini aparat kepolisian yang merupakan representasi negara dalam Kamtibmas dan penegakan kemanan, yang tidak bisa hadir memberikan rasa aman dan keamanan masyarakatnya. Tanpa ada iming-iming hadiah, harusnya aparat kepolisian responsif terhadap keluhan masyarakat," kata Bambang saat dihubungi, Jumat (30/6/2023).
Menurut Bambang, Polri semestinya membuat program keamanan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Ketimbang membuat program Polisi RW, ia justru menilai sebaiknya Polri memaksimalkan peran daripada Bhabinkamtibmas.
Baca Juga: Pelaku Begal Bermodus Debt Collector di Cengkareng Babak Belur Dihajar Warga
"Makanya, hemat saya daripada membuat program bombastis yang hanya indah di wacana seperti polisi RW, harusnya evaluasi dan maksimalkan dulu Bhabinkamtibmas," katanya.
Bambang mengemukakan, dengan anggaran besar dan tunjangan yang diberikan, peran Bhabinkamtibmas saat ini memang belum maksimal. Terlepas daripada jumlahnya yang memang masih kurang atau hanya sekitar 46,6 persen dari desa/kelurahan di Indonesia.
"Personel yang adapun masih belum menjalankan tugas secara maksimal. Mindset-nya masih sekedar pekerja kepolisian, belum benar-benar menjadi pelayan masyarakat. Jadi jangan dibayangkan Bhabinkamtibmas yang ada seperti Pak Bhabin dalam program kampanye Polres Purworejo, Jawa Tengah semua," ungkapnya.
"Kebanyakan malah tak dikenal oleh masyarakatnya sendiri. Harusnya, Bhabinkamtibmas itu ujung tombak kepolisian dalam mendengar keluhan-keluhan masyarakat terkait Kamtibmas. Mereka harus jemput bola, bukan hadir dalam bentuk stiker saja, dan menunggu aduan warga," katanya.
Di sisi lain, lanjut Bambang, aparat pemerintah desa atau Kades juga semestinya bisa mengkomunikasikan permasalahan yang ada di lingkungannya dengan aparat Kepolisian.
Baca Juga: Fenomena Sayembara Tangkap Begal Bekasi, Sosiolog: Tak Ada Solusi dari Aparat, Hukum Alam Terjadi
"Kalau kemudian seorang kepala desa membuat sayembara menangkap begal, layak juga untuk dicermati apa motifnya. Apakah benar sebagai bentuk protes pada aparat keamanan yang lambat merespon atau sebab yang lain," ujarnya.
Sebelumnya, Nemin bin Sain mengklaim akan menggunakan uang pribadinya untuk menggelar sayembara dengan hadiah Rp 10 juta bagi yang bisa menangkap pelaku begal. Tak hanya warga, hadiah tersebut juga berlaku bagi aparat penegak hukum atau polisi.
"Sayembara ini terbuka bagi siapa saja, baik warga maupun aparat penegak hukum, siapa saja yang bisa menangkap para begal jalanan akan saya kasih hadiah Rp10 juta," ungkap Nemin.
Berdasarkan laporan yang diterima dari Binmaspol dan Babinsa Desa Burangkeng, Nemin mengungkapkan aksi begal tercatat telah terjadi enam kali di wilayahnya hanya dalam kurun waktu satu bulan terakhir.
Selain mengambil harta benda yakni kendaraan hingga telepon genggam dan tas, pelaku juga mengancam hingga membahayakan nyawa korban.
"Kalau harta benda masih bisa dicari tapi kalau nyawa yang diancam, itu buas sekali," katanya.
Menurut penuturan Nemin, sayembara ini memberikan dampak positif bagi warga. Kekinian ia mengklaim warganya sudah mulai bergerak mengaktifkan kembali pos-pos keamanan hingga penjuru desa tanpa diperintah.
"Karena ini sudah sering kejadian tapi belum ada yang bisa menangkap begal jalanan. Mungkin masyarakat merasa malu, merasa prihatin karena desa tempat merek tinggal kini sudah begitu rawan, makanya begitu saya umumkan ada sayembara, mereka langsung bergerak," katanya.