Suara.com - Permasalahan warga negara asing (WNA) atau bule di Bali kembali muncul. Sebelumnya muncul kasus ulah WNA yang meresahkan warga bali.
Diantaranya aksi WNA yang ugal-ugalan di jalan raya, membuka usaha tanpa izin hingga melakukan aksi pelecehan terhadap tempat-tempat sakral.
Kini muncul dugaan adanya upaya WNA untuk menguasai lahan di Bali dengan modus menikahi warga lokal.
Terkait hal itu, Gubernur Bali I Wayan Koster berencana mengumpulkan bupati dan wali kota se provinsi Bali.
Baca Juga: Bali United Rilis Jersey Baru, Sesuai Identitas Pulau Dewata
Tersiar kabar, pertemuan itu akan membahas larangan WNA memiliki lahan di Bali dengan modus pernikahan.
Mengenai hal tersebut, Koster mengatakan praktik pernikahan untuk menguasai lahan itu harus dikendalikan, agar kepemilikan lahan di Bali lamban laun tidak beralih ke WNA.
Koster mengungkapkan, sudah terjadi beberapa kasus dimana WNA sengaja menikahi warga lokal Bali, dengan tujuan untuk menyiasati aturan hak atas tanah.
"Saya perlu mengingatkan ini dan kita harus urusi ini dengan serius. Penduduk lokasl dimanfaatkan oleh WNA kawin untuk mempermudah pengalihan kepentingannya, yaitu penguasaan aset," kata Koster di Denpasar pada rabu (28/6/2023).
Modus ambil alih lahan Bali oleh WNA
Baca Juga: Sudah Sampai Bali, Koper Penumpang Airasia Tertinggal di Jakarta
Menurut dia, WNA yang telah menikahi warga lokal lalu menceraikannya setelah memiliki tanah di Bali.
Koster mengaku risau dengan masalah itu dan menganggapnya berbahaya untuk Bali di masa yang akan datang.
Sebab, imbas dari praktik tersebut cukup luas, tak hanya alih fungsi lahan dan kepemilikannya, tapi juga sampai ke persoalan moral.
"Pemanfaatan penduduk lokal Bali oleh WNA semakin meningkat untuk kepentingan penguasaan aset yang berimplikasi pada ancaman tingginya alih fungsi dan kepemilikan lahan, serta terjadinya degradasi moral masyarakat," papar dia.
Kapolda Bali angkat bicara
Sementara itu, Kapolda Bali Irjen Putu Jayan Danu Putra mengatakan, sejumlah WNA telah meminjam nama warga lokal untuk membangun villa illegal di Bali.
Menurut dia, modus meminjam nama itu dilakukan untuk menyiasati aturan pembatasan ha katas tanah di Bali oleh WNA.
Ia menegaskan, modus tersebut sebenarnya dilarang peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana perjanjian yang demikian tidak memiliki kekuatan dan batal demi hukum.
Irjen Putu menegaskan, dasar hukum yang melarang praktik demikian adalah Nominee Agreement tersebut tertuang dalam Pasal 9 ayat (1) Jo. Pasal 21 ayat (1) UU No. 5 Tahun tentang Agraria.
Menurut kapolda, pasal tersebut secara tegas menyatakan kalau hanya Warga Negara Indonesia saja yang berhak memiliki jalinan seutuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, serta memiliki hak kepemilikannya.
Kontributor : Damayanti Kahyangan