Suara.com - Politisi senior PDIP Panda Nababan baru-baru ini mengkritik putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka.
Panda mengomentari soal wacana Gibran yang diisukan bakal ikut berpartisipasi dalam Pilpres 2024. Sayangnya, Panda menilai bahwa Gibran masih terlampau muda dan kurang berpengalaman untuk terjun ke dalam kontestasi politik itu.
Panda kala diundang di siniar berjudul Total Politik, pada Senin (26/6/2023) bahkan menyebut Gibran masih ingusan.
"Gibran anak ingusan kok," kata Panda di acara itu.
Gibran diminta untuk mencari pengalaman lebih banyak agar ia tak besar kepala kala menghadapi Pilpres 2024.
"Nanti anak itu besar kepala, masih belajar dulu lah," lanjut Panda.
Pendidikan dan karier Panda Nababan
Berkat celetukan yang bernada meremehkan Gibran, informasi terkait pendidikan Panda Nababan dicari-cari oleh publik.
Masyarakat juga penasaran seperti apa karier Panda sehingga berani mengomentari Gibran.
Baca Juga: Disebut Anak Ingusan oleh Senior PDIP, Gibran Tak Berkutik Cuma Bisa Bilang Begini
Pria yang bernama lengkap Pandapotan Maruli Asi Nababan tersebut berlatarbelakang sebagai seorang jurnalis sebelum berkecimpung di dunia politik.
Panda pernah mengenyam pendidikan di beberapa perguruan tinggi yakni di Universitas HKBP Nommensen di Pematangsiantar, Universitas Bung Karno di Jakarta, dan Perguruan Tinggi Publisistik, Jakarta.
Pria kelahiran Siborongborong, Tapanuli, ini semasa kuliah juga aktif di organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Panda juga tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (1970—1975).
Tak hanya di Tanah Air, Panda juga sempat menimba ilmu studi jurnalistik di NRC Handelsblaad, Rotterdam.
Perjalanan karier Panda dari jurnalistik ke politik
Panda sempat berkarier di harian umum Warta Harian selama satu tahun sejak 1969.
Ia kemudian pindah ke Harian Umum Sinar Harapan dan menjadi redaktur dari 1970 hingga 1987. Rampung berkarier di Sinar Harapan, Panda melanjutkan karyanya sebagai wartawan di Harian Umum Prioritas dan menjadi Wakil Pemimpin Umum.
Panda juga sempat diamanahkan kursi Kepala Litbang Media Indonesia (1988—1989).
Kepiawaian Panda dalam jurnalistik juga pernah diakui melalui penghargaan jurnalistik Hadiah Adinegoro pada 1976.
Tak lama kemudian, Panda berpindah haluan ke dunia politik dan bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) pada 1993 yang kala itu masih menyandang nama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Panda juga menjadi saksi pergulatan internal di dalam PDI pada 1998 era menjelang masa Reformasi dan lengsernya Soeharto.
Panda melalui partainya juga berhasil mengamankan kursi parlemen dan dilantik menjadi anggota DPR Republik Indonesia dari Fraksi PDI Perjuangan.
Kontributor : Armand Ilham