Suara.com - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan menyebut sejumlah perkara kontroversial yang terjadi terjadi di interl KPK buah dari tindakan sejumlah pimpinan KPK yang melakukan pelangaran etik.
Novel menyebut, karena tidak adanya tindakan tegas yang diamblil Dewan Pengawas KPK, kepada pimpinan yang diduga melanggar, sehingga seolah terjadi pembiaran.
"Kita mulai melihat akibat dari kerusakan yang terjadi ketika pimpinan KPK seolah berlomba berbuat masalah, baik berupa pelanggaran etik maupun pidana. Sikap pimpinan KPK yang banyak melakukan pelanggaran tersebut, justru tidak dilakukan penegakan hukum yang benar oleh Dewas KPK, sehingga terkesan atau bisa dianggap Dewas KPK membiarkan/menutupi perbuatan-perbuatan pelanggaran yang tentu merupakan pelanggaran terhadap integritas," kata Novel saat dihubungi Suara.com, Rabu (28/6/2023).
Pada waktu yang berdekatan, ada tiga perkara di internal lembaga antikorupsi, pertama kasus dugaan pungutan liar di rutan KPK. Kemudian petugas rutan KPK yang diduga melakukan asusila ke istri tahanan, terakhir dugaan korupsi biaya perjalanan dinas luar kota.
Baca Juga: Daftar Kasus yang Melanda Internal KPK: Pungli di Rutan, Pelecehan, Kini Pegawai Korupsi
Namun, jauh sebelum ketiga perkara itu, sejumlah pimpinan KPK diduga melakukan pelanggaran. Pertama, Ketua KPK Filri Bahuri diduga membocorkan dokumen penyelidikan korupsi di Kementerian ESDM. Perkara itu sudah ditindaklanjuti Dewan Pengawas KPK namun, tidak naik ke sidang etik karena alat butik yang tidak cukup.
Kendati demikian, perkara itu bergulir ke Polda Metro Jaya, sudah dinaikkan ke tahapan penyidikan dari sebelumnya penyelidikan.
Perkara berikutnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang diduga berhubungan dengan pihak berperkara di lembaga antikorupsi. Dewan Pengawas KPK memutuskan menaikkannya ke sidang etik.
"Kondisi tersebut tentunya menular atau ditiru oleh pegawai lainnya. Yang ternyata seperti mendapatkan kelonggaran dengan persepsi Dewas KPK yang lemaha atau permisif terhadap perbuatan pelanggaran. Akibatnya kita melihat kondisi sekarang ini, sebagai akumulasi permasalahan tersebut di atas," ujar Novel.
Novel khawatir, jika sikap premisif itu terus dibiarkan akan berdampak ke pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
Baca Juga: Kacau, Pegawai KPK Tilap Uang Dinas, Dicopot dari Jabatannya
"Bila hal ini terus dibiarkan, sikap permisif Dewas tidak diluruskan, dan tidak ada pengurutan yang tuntas terhadap pelanggaran-pelanggaran atau bahkan kejahatan korupsi yg dilakukan di internal KPK, akan berpengaruh terhadap pemberantasan korupsi secara umum," sebut Novel.
"Dan akibatnya akan membuat IPK (Indeks presepsi korupsi) Indonesia kembali turun drastis. Yang hal tersebut akan berdampak terhadap ekonomi dan investasi di Indonesia," sambungnya.
Tiga Perkara di Internal KPK
Kasus pungutan liar yang diduga melibatkan puluhan penjaga Rutan KPK diungkap Dewan Pengawas KPK, setelah menindaklanjuti perbuatan asusila. Terduga adalah petugas Rutan KPK berinisial M. Perbuatan asusilah itu dilakukannya kepada istri tahanan korupsi.
M diduga menghubungi istri tahanan KPK lewat video call WhatsApp. Kemudian diduga memaksa untuk menunjukkan bagian tubuh senstif terduga korban. Peristiwa itu disebut terjadi pada 22 September 2022.
Pada 12 April 2023, Dewas KPK menyatakan M bersalah dan menjatuhkan hukuman berupa saksi sedang dengan minta maaf secara terbuka dan tidak langsung. Belakangan kasus tersebut diketahui awak media, setelah kasus pungutan liar di Rutan KPK diungkap Dewan Pengawas KPK.
Sementara perkara korupsi biaya perjalanan dinas luar kota, diungkap KPK pada Selasa (27/6/2023) lalu. Terduga pelaku diduga memotong biaya perjalan dinas hingga menyebabkan kerugian negara Rp 550 juta.