Sederet Kejanggalan Kasus Revenge Porn di Banten, Jaksa Minta Korban Ikhlas

Farah Nabilla Suara.Com
Selasa, 27 Juni 2023 | 14:56 WIB
Sederet Kejanggalan Kasus Revenge Porn di Banten, Jaksa Minta Korban Ikhlas
Ilustrasi kasus revenge porn. [Pixabay]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus pemerkosaan dan revenge porn yang menimpa seorang mahasiswi di Pandeglang, Banten, masih terus menjadi sorotan. Pelaku yaitu Alwi Husen Maolana yang diketahui merupakan anak dari mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat.

Sementara hal itu pertama kali dibagikan kakak korban melalui akun Twitternya, @zanatul_91 pada Senin (26/6/2023). Ia menyatakan adiknya menjadi korban pemerkosaan, revenge porn, dan penyiksaan.

Lalu, keluarga juga mengungkap sederet kejanggalan dalam kasus ini. Berikut deretan kejanggalan dalam kasus revenge porn di Banten menurut keluarga korban.

Keluarga Korban Tak Diberi Tahu Soal Sidang Pertama

Baca Juga: Viral Dugaan Pemerkosaan dan Revenge Porn oleh Anak Mantan Pejabat Pandeglang, Korban Ternyata Adik Guru Pesantren?

Korban, keluarga, serta kuasa hukumnya tidak diberi tahu soal jadwal sidang pertama kasus kekerasan seksual itu. Sehingga, kata kakak korban, mereka tak mengetahui jika perkara sudah masuk ke proses persidangan. Menurutnya, ini janggal.

"Saat sidang pertama kasus ini berlangsung, korban (adik kami), keluarga dan kuasa hukum sama sekali tidak mendapatkan informasi mengenai jadwal sidang kasus ini. Jadi kita gak tau kalau sudah masuk persidangan," tulis kakak korban.

Ada Jaksa Minta Korban Ikhlas

Dalam sidang kedua pada Selasa (6/6/2023), korban diminta masuk ke sebuah ruangan khusus. Di sana, ada seorang jaksa penuntut yang menggiring opini soal psikologis korban. Lalu, ia juga menyuruh korban memaafkan pelaku dan mengikhlaskan apa yang dialaminya.

"Ia berkali-kali menggiring opini psikologis korban (adik kami) untuk “memaaafkan”, “kami harus bijaksana,” “kamu harus mengikhlaskan"," tulis kakak korban lagi.

Baca Juga: Kasus Revenge Porn di Pandeglang: Pelaku Anak Mantan Pejabat, Korban Dipaksa Bunuh Diri

Namun, pernyataan itu dibantah oleh Kajari Pandeglang Helena Octaviane. Ia mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah memaksa mahasiswi korban revenge porn memaafkan Alwi Husen Maolana selama di persidangan. Sebab, dalam sidang, korban disebutnya tak kuat melihat terdakwa.

"Ada pernyataan, dibilang kami memaksa untuk supaya korban memaafkan. Padahal itu di persidangan hakim dan majelis, korban nggak di dalam karena nggak kuat lihat pelaku," ujar Helena kepada wartawan di Pandeglang, Selasa (27/6/2023).

Laptop Kejari Pandeglang Tak Bisa Tunjukkan Alat Bukti

Tak hanya sampai di situ, Kejari Pandeglang juga mengatakan bahwa alat bukti utama video asusila tidak bisa dihadirkan oleh karena alasan laptop tidak mendukung. Kakak korban merasa aneh dan bingung karena jika tak ada bukti, majelis hakim akan kesulitan mendakwa. Persidangan pun bakal sulit dilakukan.

"Yang paling krusial, yaitu alat bukti utama video asusila justru tidak dihadirkan oleh jaksa penuntut. Alasannya laptop tidak support. Artinya majelis hakim tidak melihat alat bukti utama tersebut. Trus apa yang disidangkan?"

Keluarga Korban Dimarahi saat Membawa Kuasa Hukum

Keluarga korban sempat dimarahi oleh pihak Kejari Pandeglang dan ditanya mengapa membawa kuasa hukum pada momen yang menurutnya hanya sebatas diskusi. Namun, hal terebut kemudian dibantah oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Didik Farkhan Alisyahdi.

"Jaksa sudah mewakili korban, yang katanya kita (jaksa) dianggap melarang pakai pengacara itu tidak benar. Yang benar adalah jaksa hanya menyampaikan bahwa sebenernya lawyer nya korban ya jaksa," katanya.

Kasus Tak Bisa Disebut sebagai Kekerasan Seksual

Kejari Pandeglang kemudian mendemotivasi pihak keluarga korban dengan menyatakan bahwa kekerasan seksual tersebut tak bisa dibuktikan. Sebab, dalam laporannya korban tidak melampirkan hasil visum. Setelah itu, kakak korban mengajak adiknya pergi.

"Saat itu justru ibu Kejari Pandeglang mendemotivasi kami dengan menyatakan bahwa kekerasan seksual dan pemerkosaan kasus ini tidak bisa dibuktikan karena tidak ada visum."

Ia menilai PPA bukan lagi bekerja sebagai posko perlindungan karena mempersulit perempun korban kekerasan seksual. Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Didik Farkhan Alisyahdi mengklaim bahwa ini termasuk kasus ITE, bukan pemerkosaan.

Korban Dihubungi Seseorang yang Ngaku dari Kejari Pandeglang

Usai melapor ke PPA, korban pada Rabu (14/6/2023), dihubungi seseorang yang mengaku sebagai Jaksa D. Dalam panggilan telepon selama 10 menit itu, ia membahas soal  laporan dan mengklaim bahwa dirinya diperintahkan oleh Kejari Pandeglang untuk mendampingi keluarga korban.

"Rabu, 14 Juni 2023, adik saya dihubungi oleh orang yang mengaku Jaksa D. Kemudian menghubungi lewat tlpn. Dalam obrolan selama 10 menit, orang yang mengaku sebagai Jaksa D menceritakan kembali obrolan yang pada saat itu dibahas di posko pengaduan Perempuan dan Anak Kejari Pandeglang."

"Orang yang mengaku Jaksa D mengaku menghubungi adiknya untuk menghubungi adik saya agar dapat meminta nomor sy  Ia pun mnceritakan bahwa ia diperintahkan bu kejari u/ mndampingi saya krn Bu kejari yaitu ibu Helena merasa empati mndengar cerita sy pd saat di posko."

Jaksa D kemudian meminta korban menemuinya sendirian di sebuah kafe dengan fasilitas live music. Ia juga mengatakan obrolan yang terjadi akan berlangsung santai serta menyuruh korban tidak memberi tahu siapapun terkait pertemuan itu. Hal ini tentu membuat pihak keluarga curiga.

"Menurut Jaksa D, adik kami hanya akan ngobrol santai seperti teman. Orang yang mengaku Jaksa D tersebut meminta untuk tidak bercerita atas pertemuan ini kepada orang lain. Selain itu ia meminta agar pertemuannya dilaksanakan di cafe yang memiliki fasilitas live music."

Kejanggalan itu membuat keluarga korban bergerak menanyakan sosok Jaksa D ke pihak Kejari Pandeglang. Dijawab bahwa mereka tidak pernah meminta seseorang berinisial berikut untuk mendampingi korban. Hingga kini, belum ada informasi lebih lanjut terkait siapa sebetulnya Jaksa D.

Sidang Offline Terbaru Hanya untuk Korban

Dalam sidang online terbaru yang digelar pada Selasa (27/6/2023) hari ini, melansir akun Twitter @PartaiSocmed, disebutkan hanya diperuntukkan bagi terdakwa. Sementara itu, korban menjalani sidang offline seperti biasa dan pintu ruangan tersebut bahkan sampai dijaga ketat.

"UPDATE KASUS ALWI!! Ternyata sidang online hanya untuk terdakwa Alwi saja sedangkan korban dll tetap sidang offline seperti biasa. Foto kondisi sidang offline saat ini dimana pintu masuk dijaga ketat oleh petugas," tulis akun tersebut.

Kontributor : Xandra Junia Indriasti

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI