Suara.com - Seorang mahasiswi di Pandeglang, Banten, menjadi korban pemerkosaan dan revenge porn pria bernama Alwi Husen Maolana. Kekinian, kasus ini tengah menjadi topik perbincangan hangat warganet hingga masuk jajaran trending nomor satu Twitter.
Kasus tersebut pertama kali dibagikan oleh kakak korban, Iman Zanatul Haeri, melalui akun Twitternya @zanatul_91 pada Senin (26/6/2023). Ia menulis bahwa adiknya diperkosa, menjadi korban revenge porn, hingga sempat dianiaya selama tiga tahun. Berikut kedelapan faktanya.
1. Pelaku Kirim Video Pelecehan ke Keluarga Korban
Kakak korban mengatakan bahwa pada akhir Desember 2022, adik laki-lakinya, RK, menerima pesan video korban yang sedang diperkosa. Aksi bejat itu dilakukan pelaku saat korban tidak dalam kondisi sadar. Pelaku juga merekamnya diam-diam yang seolah sengaja dijadikan senjata untuk menghancurkan hidup korban.
Baca Juga: Viral Kasus Pemerkosaan dan Revenge Porn di Pandeglang, Oknum Jaksa Minta Korban Maafkan Pelaku
"Rabu, 14 Desember 2022. Adik laki-laki kami, RK (kami 8 bersaudara) menerima pesan pribadi dari akun instagram tidak dikenal. Ketika di klik, isinya video asusila korban (adik kami) yang sedang divideokan tidak sadar," tulis kakak korban.
"Video tersebut, layarnya terbagi 4, satu adalah foto korban (adik kami) sedang menerima sebuah penghargaan, dua dan tiga adalah foto adik sy sedang mengikuti sebuah kompetisi. Pd layar 4 adalah adik saya yg sedang dirudak paksa (tanpa ia sadari) dengan kamera dipegang pelaku."
2. Pelaku Ditahan dan Keluarganya Minta Damai
Setelah melalui proses penyidikan yang panjang, pada 21 Februari 2023 lalu, dilakukan penahanan terhadap pelaku. Keluarga korban mengaku mendapatkan banyak tekanan. Salah satunya dari keluarga pelaku yang menyebut apa yang terjadi hanya sebagai kasus pacaran biasa.
Mereka juga dikatakan kakak korban, sempat berkeliling ke tiap keluarga korban yang terjauh dan terdekat untuk menekan perdamaian. Tak hanya itu, keluarga pelaku bahkan menceritkan cerita kasus versi mereka. Namun, soal apa isinya, tidak disampaikan lebih lanjut.
Baca Juga: Profil Jaksa Nanindya Nataningrum, Terseret di Kasus Pemerkosaan dan Revenge Porn Banten
3. Korban Turut Dianiaya dan Diminta Bunuh Diri
Korban dikatakan kakaknya juga sempat mengalami penganiayaan. Mulai dari dipukul, dijambak, hingga ditarik paksa hingga tubuhnya lebam terbentur tangga. Tak hanya itu, pelaku bahkan beberapa kali mengancam akan membunuh korban serta meminta agar korban bunuh diri.
"Satu hal yang membuat kami tdk mundur sekalipun, adalah cerita korban (adik kami) saat dipukul, ditonjok, dijambak, digusur dan terbentur tangga saat ditarik paksa oleh pelaku."
"Pelaku berkali-kali berniat membunuh korban (adik kami), pernah menghunuskan pisau pada leher adik kami, bahkan meminta agar adik kami sebaiknya membunuh dirinya sendiri."
4. Keluarga Korban Tak Diberi Tahu Soal Sidang Pertama
Korban, keluarga, serta kuasa hukumnya tidak diberi tahu soal jadwal sidang pertama kasus kekerasan seksual itu. Sehingga, kata kakak korban, mereka tak mengetahui jika perkara sudah masuk ke proses persidangan. Menurutnya, ini sangat janggal.
"Saat sidang pertama kasus ini berlangsung, korban (adik kami), keluarga dan kuasa hukum sama sekali tidak mendapatkan informasi mengenai jadwal sidang kasus ini. Jadi kita gak tau kalau sudah masuk persidangan."
5. Ada Jaksa Minta Korban Ikhlas
Dalam sidang kedua pada Selasa (6/6/2023), korban diminta masuk ke sebuah ruangan khusus. Di sana, ada seorang jaksa penuntut yang menggiring opini soal psikologis korban. Lalu, ia juga menyuruh korban memaafkan pelaku dan mengikhlaskan apa yang dialaminya.
"Ia berkali-kali menggiring opini psikologis korban (adik kami) untuk “memaaafkan”, “kami harus bijaksana,” “kamu harus mengikhlaskan.”
6. Kasus Terhambat di Kejari Pandeglang
Keluarga korban melapor ke Posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kejari Pandeglang pada Selasa (13/6/2023) sore. Momen pertemuan itu diunggah melalui Instagram mereka dan dengan jelas menampakkan wajah korban.
"13 Juni 2023, Pukul 15.00 WIB saya mengantar korban (adik saya) ke Kejaksan karena kejari pandeglang memiliki program Posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). (kok tega mereka memposting wajah korban di ig nya. setelah saya protes baru dihapus. Jejak masih ada)."
Tak hanya sampai di situ, Kejari Pandeglang juga mengatakan bahwa alat bukti utama video asusila tidak bisa dihadirkan oleh karena alasan laptop tidak mendukung. Lalu, keluarga korban ditanya mengapa bawa kuasa hukum pada momen yang menurutnya hanya sebatas diskusi.
Kejari Pandeglang kemudian mendemotivasi pihak keluarga korban dengan menyatakan bahwa kekerasan seksual tersebut tak bisa dibuktikan karena tidak ada visum. Setelah itu, kakak korban mengajak adiknya pergi karena PPA dinilainya bukan lagi bekerja sebagai posko perlindungan.
7. Korban Dihubungi Jaksa D
Usai melapor ke PPA, korban pada Rabu (14/6/2023), dihubungi seseorang yang mengaku sebagai Jaksa D. Dalam panggilan telepon selama 10 menit itu, ia membahas soal laporan dan mengklaim bahwa dirinya diperintahkan oleh Kejari Pandeglang untuk mendampingi keluarga korban.
"Rabu, 14 Juni 2023, adik saya dihubungi oleh orang yang mengaku Jaksa D. Kemudian menghubungi lewat tlpn. Dalam obrolan selama 10 menit, orang yang mengaku sebagai Jaksa D menceritakan kembali obrolan yang pada saat itu dibahas di posko pengaduan Perempuan dan Anak Kejari Pandeglang."
"Orang yang mengaku Jaksa D mengaku menghubungi adiknya untuk menghubungi adik saya agar dapat meminta nomor sy Ia pun mnceritakan bahwa ia diperintahkan bu kejari u/ mndampingi saya krn Bu kejari yaitu ibu Helena merasa empati mndengar cerita sy pd saat di posko."
8. Jaksa D Ajak Korban Menemuinya Sendirian di Kafe
Jaksa D kemudian meminta korban menemuinya sendirian di sebuah kafe dengan fasilitas live music. Ia juga mengatakan obrolan yang terjadi akan berlangsung santai serta menyuruh korban tidak memberi tahu siapapun terkait pertemuan itu. Hal ini tentu membuat pihak keluarga curiga.
"Menurut Jaksa D, adik kami hanya akan ngobrol santai seperti teman. Orang yang mengaku Jaksa D tersebut meminta untuk tidak bercerita atas pertemuan ini kepada orang lain. Selain itu ia meminta agar pertemuannya dilaksanakan di cafe yang memiliki fasilitas live music."
Kejanggalan itu membuat keluarga korban bergerak menanyakan sosok Jaksa D ke pihak Kejari Pandeglang. Dijawab bahwa mereka tidak pernah meminta seseorang berinisial berikut untuk mendampingi korban. Hingga kini, belum ada informasi lebih lanjut terkait siapa sebetulnya Jaksa D.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti