Contoh Teks Khutbah Idul Adha 2023: Ilmu Komunikasi Nabi Ibrahim dan Ismail

Aulia Hafisa Suara.Com
Senin, 26 Juni 2023 | 20:48 WIB
Contoh Teks Khutbah Idul Adha 2023: Ilmu Komunikasi Nabi Ibrahim dan Ismail
Ilustrasi Muslim Berkurban - Contoh Teks Khutbah Idul Adha 2023 (Nu Online)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Khutbah merupakan salah satu amalan sunnah dalam sholat Idul Adha. Umat Islam sebaiknya mendengarkan khutbah saat mereka selesai mengerjakan sholat Id pada Hari Raya Idul Adha. Berikut kami berikan contoh teks khutbah Idul Adha 2023

Khutbah Idul Adha kali ini mengajak masyarakat untuk mengingat kembali kisah yang terjadi pada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Mereka sudah mencontohkan bagaimana seseorang menjalin hubungan ayah dengan anaknya melalui komunikasi yang sangat baik. Dengan begitu diharapkan kita semua bisa meneladani sikap dari keduanya, baik sebagai seorang ayah atau sebagai anak. 

Contoh Teks Khutbah Idul Adha 2023 

Dilansir dari Nu Online, berikut ini adalah contoh teks khutbah Idul Adha 2033: 

Baca Juga: Bacaan Niat Puasa 2 Hari Jelang Idul Adha: Tarwiyah dan Arafah

Jamaah sholat Idul Adha yang dimuliakan Allah, 

Hari ini, tanggal 10 Dzulhijjah, adalah hari yang sangat mulia, hari yang sarat akan ibadah setta keutamaan-keutamaannya. Beberapa daudara kita sedang melaksanakan ibadah haji di Makkah, sementara kita di sini menjalankan sholat Idul Adha. Di hari ini, kita juga diperintahkan untuk melakukan kurban. 

Jamaah yang berbahagia, 

Hari Raya Idul Adha tidak akan terlepaskan dari kisah ribuan tahun lalu, ketika Nabi Ibrahim as diberikan cobaan yang sangat berat. Di usianya yang telah menginjak 86 tahun, ia sangat senang karena dikaruniai seorang anak laki-laki yang sangat saleh sebagaimana yang ia harapkan dan panjatkan dalam doanya, "rabbi hab lii minasshalihin", Artinya: duhai Tuhanku, karuniakanlah bagiku keturunan yang saleh. 

Allah SWT pun lantas mengabulkannya dengan kehadiran Nabi Ismail as melalui rahim Siti Hajar. Namun, saat putra yang begitu ia cintai beranjak dewasa, ia pun diperintahkan melalui mimpi untuk mengorbankannya. 

Baca Juga: Mendagri Serahkan Hewan Kurban dari Jajaran Kemendagri dan BNPP

Dalam suatu hadits Nabi Muhammad SAW, disebutkan jika mimpi bagi seorang Nabi adalah wahyu. Akan tetapi, pada awalnya, Ibrahim ragu dengan perintah ini. Namun, mimpi tersebut berulang kembali hadir pada malam berikutnya. Dengan begitu, beliau yakin jika mimpi tersebut merupakan perintah yang harus Nabi Ibrahim taati. 

Kisah itupun termuat di dalam dalam Al-Qur’an Surat As-Shaffat ayat 102: 

Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” 

Jamaah sekalian yang dirahmati Allah, 

Ayat di aats memberikan pelajaran yang sangat penting bagi kita terkait sikap yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim. Ia menunjukkan cara berkomunikasi yang baik dengan tidak tiba-tiba langsung mengeksekusi putranya. 

Dengan sangat tenang, ia mulai menceritakan awal perkaranya, apa yang telah dialaminya, kemudian perintah yang ia terima lewat mimpi tersebut kepada putra dan istrinya. Ia pun lantas meminta pertimbangan atas perintah tersebut kepada putranya. 

Sementara, sebagai anak yang saleh dan taat, Nabi Ismail menurut dan pasrah dengan perintah tersebut. Perlu digarisbawahi, bahwa Nabi Ismail menaati perintah itu dan menunjukkan tidak memberikan ruang pengingkaran atas perintah tersebut. Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam kitabnya Qishashul Anbiya halaman 94 menyebutkan bahwa: 

 "Ia tidak menjawab, “Duhai ayahku, lakukan apa yang engkau kehendaki”, sehingga Nabi Ismail memperoleh pahala ibadah atas ketaatannya". 

Nabi Ismail as tidak menjawab permintaan itu dengan “Terserah Ayah”. Akan tetapi pendapat yang disampaikannya yaitu sikap pelaksanaan atas perintah tersebut. Begitulaj bentuk ketaatan yang ditunjukkan oleh Nabi Ismail as. 

Selanjutnya, jamaah sekalian, kita telah melihat bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memakai bahasa yang baik dan tepat dengan orang yang diajak bicara. Nabi Ibrahim memakai kata: "ya bunayya, duhai putraku", untuk menyapa sang putra. Sedangkan Nabi Ismail menggunakan kata: "ya abati, duhai ayahku", untuk menyapa ayahnya. 

Syekh Abi Hayyanal-Andalusi (654-754) dalam kitab al-Bahrul Muhith Juz 9, mengungkapkan bahwa pilihan kata yang digunakan oleh Nabi Ibrahim tersebut merupakan wujud rasa sayangnya terhadap anak. Pun dengan Nabi Ismail yang menggunakan sapaan yang menunjukkan penghormatan dan juga pengagungannya terhadap orang tua. 

Hal ini juga sejalan dengan hadits Nabi No.1843 yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi: 

“Bukan termasuk dari golongan kami orang yg tak menyayangi anak kecil dan  tak menghormati orang tua (orang dewasa).” 

Oleh sebab itu, sudah selayaknya, kita sebagai orang tua memberikan kasih sayang penuh terhadap putra-putri kita dengan sapaan yang lembut. Sehingga memberikan sentuhan kesejukan dan kelembutan di hati anak-anak.  

Begitu pula kita sebagai seorang anak, harus sepenuh hati kepada orang tua kita, dengan mendengarkan pembicaraannya, melaksanakan perintahnya, metaati perintahnya, menjawab panggilannya, dan lain sebagainya. Begitulah ilmu komunikasi yang dapat kita petik dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail. 

Demikian tadi khutbah Idul Adha yang bisa saya sampaikan. Semoga kita semua dapat meneladani sikap keduanya dalam kehidupan berkeluarga dengan menerapkan komunikasi yang baik serta penuh dengan kasih sayang antara orang tua dan anak. 

Itulah tadi contoh teks khutbah Idul Adha 2023. Semoga bermanfaat! 

Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI