Suara.com - Dewan Pengawas (Dewas) KPK menuai sorotan lantaran sikapnya yang gerak cepat saat terciu adanya punglindi rutan. Dewas mengungkap adanya kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK.
Pungli senilai Rp4 miliar dalam jangka waktu Desember 2021-Maret 2022 di rutan KPK itu disebut masih sementara karena masih akan berkembang lagi.
Pengungkapan kasus dugaan pungli itu dinilai sebagai ironi karena dilakukan oleh lembaga anti korupsi. Pasalnya, Dewas KPK dinilai beda sikap dengan kasus Lili Pintauli yang merupakan eks pimpinan lembaga antirasuah itu.
Namun sejatinya tindak korupsi memang sudah tidak asing dilakukan oleh pegawai hingga pimpinan KPK. Simak penjelasan berikut ini.
Baca Juga: Ngak Ada Ampun! KPK Bakal Copot Seluruh Pegawai Diduga Terlibat Pungli di Rutan
Ironi, Tapi Bukan Hal Baru
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM, Zaenur Rohman menyebut dugaan pungli di lingkungan KPK merupakan sebuah ironi. Walau begitu hal tersebut nyatanya bukan hal baru.
"Pungli di lembaga anti korupsi itu ironi dan sayangnya bukan hal baru, sudah ada praktik seperti ini sejak agak lama," kata Zaenur pada SuaraJogja.id, Selasa (20/6/2023).
Zaenur menyatakan bahwa pungli di lingkungan KPK itu seperti memperlihatkan adanya pengeroposan nilai integritas pada internal KPK sendiri. Pasalnya bukan hanya di level pegawai saja tapi pada jajaran pimpinan juga tak sedikit yang bermasalah.
"Saya melihat nilai integritas internal KPK benar-benar keropos karena memang dari mulai pimpinan, pegawai, ada saja yang melakukan pelanggaran etik bahkan pidana," tutur Zaenur.
Kasus Korupsi di Jajaran KPK
Zaenur kemudian mencontohkan sejumlah kasus yang terjadi dalam internal KPK. Salah satunya mantan wakil ketua KPK Lili Pintauli yang mengundurkan diri akibat pelanggaran etik hingga dugaan pelanggaran pidana.
Dalam kasus tersebut Lili diduga menerima gratifikasi dan menjalin hubungan dengan pihak yang berperkara di KPK. Namun Dewas juga tidak melaporkan Lili ke pihak berwajib meski menyakini dia menerima gratifikasi.
Bukan hanya Lili, ada juga Ketua KPK Firli Bahuri yang pernah dijatuhi pelanggaran etik terkait dengan fasilitas mewah helikopter. Tak hanya jajaran pimpinan, dari pegawai internal KPK juga ada nama Stepanus Robin Pattuju atau AKP Robin yang menerima suap hingga Rp11,5 miliar dari pihak-pihak yang berperkara.
Dari sederet contoh itu, Zaenur menilai ada pengeroposan integritas dalam tubuh KPK sendiri. "Termasuk ini sekarang penerimaan pungli di rutan KPK, tentu menggambarkan nilai integritas KPK telah keropos," ujarnya.
Sistem Pengawasan Gagal
Dalam kasus dugaan pungli itu, Zaenur menilai sistem pengawasan KPK telah gagal. Dia pun mengingatkan agar KPK tidak pandang bulu untuk memproses pelaku pungli secara etik dan pidana.
"Menurut saya yang harus dilakukan proses itu tidak hanya para pelaku tetapi juga harus diproses juga atasan pelaku, yang artinya gagal melakukan pembinaan dan pengawasan," ucap Zaenur.
"Penerima pungli, pelaku pungli harus diproses secara etik maupun pidana, atasan mereka juga harus dimintai pertanggungjawaban, setidaknya secara administratif dicopot dari jabatan karena gagal melakukan pengendalian, pembinaan, pengawasan terhadap bawahan," pungkas Zaenur.
Kontributor : Trias Rohmadoni