Suara.com - Kabar dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh sejumlah pegawai rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cukup meresahkan. Penyebabnya adalah dugaan pungli itu terjadi di rutan KPK itu sempat berlangsung selama 4 bulan, yakni antara Desember 2021 sampai Maret 2022.
Jumlah pungli pun cukup besar yakni mencapai sekitar Rp 4 miliar. Bahkan pegawai Rutan KPK yang terlibat diperkirakan mencapai puluhan orang. Simak penjelasan tentang skandal pungli di rutan KPK berikut ini.
Kronologi Dugaan Pungli
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Albertina Ho mengungkap praktik pungutan liar yang ditemukan oleh pihaknya itu nominalnya mencapai Rp 4 miliar terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022. Dia mengatakan temuan itu bukan berasal dari aduan masyarakat.
"Ini murni temuan dewan pengawas, tidak ada pengaduan. Pungutan liar yang dilakukan terhadap para tahanan yang ditahan di rutan KPK," kata Albertina dalam jumpa pers di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan pada Senin (19/6/2023).
Albertina menyebut temuan pungli di rutan KPK itu telah disampaikan pada pimpinan KPK sejak 16 Mei 2023 lalu untuk ditindaklanjuti. "Kami sudah melakukan klarifikasi-klarifikasi, setelah selesai klarifikasi semua tentu hasilnya akan diberitahu secara transparan," ujarnya.
Modus Dugaan Pungli
Albertina Ho juga membeberkan modus dugaan pungli di Rutan KPK itu dilakukan secara transaksi tunai hingga transfer ke rekening. Dia menyebut pungli itu dilakukan secara transfer dengan pelaku memakai rekening pihak ketiga.
Walau begitu Albertina tak mau menjelaskan lebih detail soal modus pungli itu karena telah masuk ranah pidana. "Kami tidak akan menyampaikan secara transparan karena Dewas terbatas hanya masalah etik," ucapnya.
Baca Juga: Kata Mahfud MD Soal Dugaan Pungli Miliaran Rupiah Di Rutan KPK
Sistem Rutan Bakal Diperbaiki
KPK mengatakan dugaan pungli hingga Rp 4 miliar terjadi di rutan KPK yang terletak di belakang Gedung Merah Putih KPK. Pihak KPK mengatakan akan melakukan perbaikan sistem di rutan untuk mencegah peristiwa serupa terulang.
"Dugaannya kan di Rutan Merah Putih KPK. Tentu perbaikan sistem kami akan lakukan untuk potensi terjadi di rutan cabang lainnya," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan pada Selasa (20/6/2023).
Diketahui rutan KPK berada di 4 lokasi antara lain Gedung Merah Putih KPK, Rutan KPK cabang Gedung C1 (gedung lama KPK), Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur dan Rutan KPK cabang Puspomal. Ali Fikri menyebut ada 3 dugaan pelanggaran yang terjadi di kasus pungli rutan itu.
"Ditemukan memang setidaknya 3 hal yakni dugaan pidana, dugaan etik, dan disiplin pegawai. Seluruhnya sedang berproses, penyelidikan terus berjalan di KPK," ujar Ali. Dalam proses penyelidikan, kasus dugaan pungli ini ditangani oleh Kedeputian Penindakan KPK.
Respon Mahfud MD
Kabar dugaan pungli di rutan KPK itu juga direspon oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Dia minta KPK untuk menindaklanjuti dugaan pungli di rutan yang dikelolanya kemudian diungkap ke publik.
"(Kasus dugaan pungli) itu harus dibuka ke publik dan setelah itu ditindaklanjuti secara hukum karena pungli adalah tindak pidana," ucap Mahfud MD pada Selasa (20/6/2023).
Walau begitu Mahfud mengaku sejauh ini dia belum mengetahui detail kasus tersebut. Dia masih menunggu pengumuman hasil penyelidikan. Namun Mahfud mengatakan jika pungli itu melibatkan dana cukup besar, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyuapan.
"Saya belum tahu apakah pungli atau penyuapan. Dalam korupsi ada 7 macam perbuatan, yaitu mulai dari mark up (menaikkan harga), mark down (menurunkan harga), pemalsuan dokumen, pemerasan dan sebagainya, yang paling ringan itu biasanya pungli," jelas Mahfud MD.
Mahfud menyebut pungli merupakan korupsi karena perbuatan untuk memperkaya diri sendiri secara tidak sah. Dia menjelaskan jerat hukum pungli dan korupsi menggunakan pasal dakwaan yang sama.
"Pungli dan korupsi pasal dakwaannya dalam hukum sama, cuma biasanya ringan dan biasanya diselesaikan secara administratif kalau hanya kecil-kecilan," beber Mahfud MD.
Kontributor : Trias Rohmadoni