Suara.com - Sebuah media ternama di Amerika Serikat, New York Times, sampai ikut bergerak mencari tahu soal kekejian eks Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin. Sekitar satu tahun yang lalu, namanya mulai disorot karena temuan dua kerangkeng manusia di rumahnya yang menahan puluhan orang.
New York Times turun tangan dengan melakukan investigasi terkait sang bupati yang diketahui keji karena membiarkan banyak manusia tinggal di tempat sempit dan tidak layak. Adapun kerangkeng itu dibangun oleh para tahanan pada 2016 dengan jeruji seperti penjara.
Hasil investigasi New York Times berjudul "Addicts Went in for Treatment. Instead They Were Enslaved." Atau jika diterjemahkan menjadi "Pecandu Narkoba Datang untuk Rehabilitasi. Namun Mereka Malah Diperbudak."
Lantas, seperti apa hasil penyelidikan media tersebut? Berikut kelima faktanya.
Baca Juga: Polemik Ponpes Al-Zaytun, Ridwan Kamil Bentuk Tim Investigasi, Ini 2 Sasarannya
Kerangkeng Manusia Berkedok Tempat Rehabilitasi
Sejumlah keluarga di Indonesia mengirim putra mereka ke fasilitas rehabilitasi yang dijalankan oleh Terbit Rencana. Mereka tergiur dengan tawaran perawatan narkoba gratis yang berada di perkebunan kawasan Raja Tengah, Kabupaten Langkat. Sebab, tempat itu menjamin kebebasan dari kematian atau cedera akibat obat-obatan terlarang tersebut.
Terbit sendiri sempat mempromosikan program rehabilitasi narkoba dalam pidatonya dalam kanal YouTube pemerintah. Namun, usai diselidiki, orang-orang yang tinggal di sana mengatakan bahwa hal itu adalah operasi perbudakan manusia yang brutal. Sebab, mereka dipaksa bekerja di perkebunan dan pabrik sawit milik sang bupati.
“Ini bukan rehabilitasi. Ini penjara. Mereka (Terbit dan keluarganya) memperlakukan kami seperti binatang. Kami hanya putus asa di sana," kata seorang mantan tahanan Bupati Langkat, melansir New York Times, Selasa (20/6/2023).
Ratusan Pria Dewasa dan Remaja Jadi Korban Perbudakan hingga Penyiksaan
Baca Juga: Resmi Jadi Duta Global Hanbok, Suzy Siap Promosi di New York Times Square
Berdasarkan penyelidikan Polda Sumut, sebanyak 656 pria dan remaja laki-laki pernah dipenjara di kerangkeng Terbit selama satu dekade sebelum penangkapannya atas kasus suap.
Mereka biasanya ditahan sekitar 18 bulan dan sebagian besar dipaksa bekerja di pabrik atau di perkebunan sawit tanpa menerima upah serta makanan yang layak. Mirisnya, banyak dari mereka yang juga disiksa, dicambuk, dibakar, dan dilecehkan secara seksual.
Menurut data Komnas HAM, enam orang dinyatakan meninggal dunia akibat tindakan keji tersebut. Tak hanya kerja di kebun sawit, korban diminta untuk mencuci kendaraan Terbit serta memberi makan 200 ekor sapinya.
Rambut para tahanan itu bahkan dipotong pendek agar mudah dikenali. Salah satu dari mereka, Bambang, dikirim orang tuanya ke rehabilitasi di perkebunan Terbit pada awal 2021 karena kecanduan sabu.
Penjaga menuduhnya berbohong tentang sumber obat itu dan kemudian mencambuknya berulang kali dengan selang kompresor. Lalu, luka itu diberikan bubuk kopi dan setelah sembuh, ia dipekerjakan.
Di sisi lain, ketika pria bernama Sarianto Ginting tiba di perkebunan untuk pengobatan narkoba pada pertengahan 2021, anak Bupati Langkat, Dewa Perangin Angin, menginterogasinya. Ginting disebut bersikeras mengaku tidak menggunakan narkoba dan hanya minum.
Namun, tanpa ampun, Dewa memukulinya dengan sepotong kayu sekaligus mencambuknya menggunakan selang kompresor. Meski tubuhnya terluka, Ginting diperintahkan untuk mandi di kolam terdekat serta menyuruh penjaga untuk mendorongnya masuk. Saat diceburkan yang kedua kali, ia tenggelam dan dinyatakan meninggal dunia.
Tak Ada Aparat yang Turun Tangan
Meski keberadaan kerangkeng tersebut menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat, namun polisi dan aparat setempat lainnya tidak pernah turun tangan. Sebab, Terbit dianggap paling berkuasa di Kabupaten Langkat.
Beberapa petugas polisi dan tentara bahkan dilaporkan ikut membantu menjaga atau menyiksa para korban yang ditahan. Rianto Wicaksono selaku agen Badan Perlindungan Korban dan Saksi Indonesia menyebut polisi di sana berada di bawah komando Terbit sehingga tak ada yang berani melawannya.
Sementara itu, Sangap Surbakti yang sebelumnya menjadi kuasa hukum Terbit juga mengatakan keberadaan kerangkeng sudah diketahui Kapolres dan Satgas Anti Narkoba.
Korban yang Melarikan Diri Dihukum secara Brutal
Mantan tahanan yang tertangkap setelah melarikan diri bernama Roni mengaku kerap menerima hukuman yang sangat brutal. Seorang penjaga menyulut rambut kemaluannya dengan korek api dan menyundut ujung penisnya dengan sebatang rokok.
Ia kemudian diperintahkan untuk saling menyodomi bersama para tahanan lainnya. Sementara para tahanan melakukan sodom, kata Roni, penjaga merekamnya.
Terbit Belum Dihukum Atas Kasus Perbudakan Manusia
Keberadaan kerangkeng memang sudah diketahui kepolisian, namun hingga kini Terbit belum diadili terkait orang-orang yang ditemukan terkurung di tanah miliknya.
Kepala Jaksa Penuntut, Mei Abeto Harahap, mengatakan bahwa polisi belum menemukan cukup bukti untuk mendukung dakwaan perdagangan manusia yang diduga dilakukan oleh Bupati Langkat.
Juru Bicara Polda Sumut, Hadi Wahyudi, mengatakan bahwa pihaknya masih berusaha keras untuk menemukan saksi potensial untuk kejahatan yang terjadi bertahun-tahun lalu itu.
Di sisi lain, Dewa Perangin Angin dibebaskan secara diam-diam usai menjalani setengah dari hukuman 19 bulannya. Sebuah video bahkan menunjukkan ia menari sambil tersenyum di pesta pernikahan tahun ini.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti