Suara.com - Perwakilan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas Titi Anggraini menjelaskan alasan pihaknya tetap memperjuangkan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) masuk kembali ke Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Padahal, KPU sudah menyiapkan Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) untuk mengakomodir keterbukaan informasi soal dana kampanye peserta pemilu. Menurut Titi, perlu ada kepastian hukum yang mengatur soal transparansi laporan dana kampanye melalui PKPU.
"Pengaturan soal penyediaan fasilitas pencatatan itu dalam juknis sifatnya adalah kebolehan. Boleh digunakan, boleh tidak," kata Titi di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
Namun, pihaknya menyoroti Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur prinsip kepastian hukum.
"Nah, yang kami minta adalah pengaturan di PKPU karena kami ingin mengikat peserta pemilu untuk patuh, bukan sekadar boleh memanfaatkan (Sidakam), boleh tidak," tutur anggota dewan pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu.
Perlu diketahui, Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas menyampaikan tujuh sikap kepada KPU berkenaan dengan aturan LPSDK.
Namun, KPU tidak menindaklanjuti permintaan mereka. Dengan begitu, mereka mendatangi Bawaslu untuk menyampaikan tuntutan serupa.
Adapun tuntutan yang disampaikan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas ialah sebagai berikut:
1. Menuntut KPU menetapkan kewajiban bagi peserta pemilu untuk menyusun dan melaporkan LPSDK pada periode masa kampanye dan sebelum pemungutan suara, sebagaimana telah diterapkan sejak Pemilu 2014.
Baca Juga: Dicueki KPU, Masyarakat Antikorupsi Satroni Bawaslu untuk Masukkan LPSDK ke PKPU
2. Menuntut KPU membuka akses informasi publik atas laporan dana kampanye secaramemadai, termasuk akses terhadap informasi dalam Sistem Informasi Dana Kampanye (SIDAKAM) dalam format yang mudah diakses, dan membuka akses informasi atas data SIDAKAM tersebut ke publik (Pasal 101).