Suara.com - Sosok pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Indramayu, Syekh Panji Gumilang, tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, tempatnya itu menuai kontroversi dianggap memberikan ajaran sesat. Ponpes ini bahkan sampai digeruduk massa yang menggugat pada Kamis (15/6/2023).
Pakar Komunikasi Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Uwes Fatoni, kekinian menyebut Panji Gumilang mungkin terkena sindrom megalomania. Sebab, ia selalu merasa dirinya berkuasa hingga menyampaikan gagasan yang menunjukkan jika pemikirannya hebat.
Apalagi dirinya saat ini menjabat sebagai pemimpin dan figur sentral ponpes. Oleh karenanya, jelas Uwes, Panji Gumilang tak bisa dibantah para santrinya. Lantas, apa itu sindrom megalomania yang mungkin menyerangnya? Berikut penjelasan lengkapnya yang berhasil terangkum.
Apa Itu Sindrom Megalomania?
Baca Juga: Rentetan Kontroversi Ponpes Al Zaytun dan Panji Gumilang: Ngaku Komunis, Nyanyi Lagu Yahudi
Megalomania dapat diartikan sebagai gangguan keyakinan diri seseorang yang dibesar-besarkan. Contohnya, tentang kekuatan atau kemampuan. Hal ini seringkali ditunjukkan dengan sikap sombong serta termasuk bagian dari ciri-ciri gangguan jiwa.
Adapun gangguan jiwa yang dimaksud, yaitu delusion of grandeur atau delusi keagungan. Kondisi seperti ini membuat pengidapnya yakin bahwa dirinya memiliki kekuasaan, kecerdasan, bakat yang luar biasa, hingga kekayaan.
Tak hanya itu, segala yang dikatakan pengidap megalomania tentang dirinya kerap tidak masuk akal. Di sisi lain, penyebab gangguan ini belum diketahui secara persis oleh para peneliti. Namun, bisa jadi hal tersebut merupakan gejala penyakit mental lain, seperti bipolar atau skizofrenia.
Delusi keagungan sendiri sulit diidentifikasi karena orang yang memilikinya percaya bahwa hal tentang dirinya benar. Belum lagi, tidak mudah dibedakan dari apa yang disebut sebagai ide terlalu tinggi. Pasalnya, banyak orang-orang sehat yang juga berpikiran seperti ini.
Namun, biasanya, para pengidap megalomania mempercayai dirinya memiliki segudang pencapaian. Misalnya saja, sebagai orang yang kaya raya, berteman dengan selebriti papan atas, atau mampu mendengar suara Tuhan. Hal ini dikarenakan ia yang merasa mempunyai hubungan dekat dengan Sang Pencipta.
Sindrom megalomania diketahui sulit menerima bantuan karena pengidapnya mungkin tidak memahami jika bahwa dirinya bermasalah. Selain itu, mereka juga bisa saja menolak mengikuti perawatan dokter. Meski begitu, ada pengobatan yang dapat dilakukan.
Dokter biasanya akan memberi resep obat untuk psikotik atau depresi. Namun, penggunaannya ini tidak bisa mengatasi gejala dari kondisi tersebut. Lalu, perawatan lainnya berupa terapi kesehatan jiwa jenis berbicara. Di mana dapat membantu meringankan delusi megalomania.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti