Belakangan ini ramai menjadi perbincangan terkait dengan kemelut utang Rp800 miliar yang ditagih Jusuf Hamka ke pemerintah. Perkara tersebut bermula dari adanya upaya Jusuf Hamka menagih utang pemerintah melalui Kemenkeu. Namun polemik tersebut bergulir meenjadi bola salju hingga mengerucut ke perusahaan Jusuf Hamka yakni PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) dan menyeret nama Tutut Soeharto.
Jusuf Hamka menyebut sudah berulang kali melakukan penagihan utang kepada pemerintah sebesar Rp 179 miliar. Namun tidak ada kejelasan tentang pembayaran tersebut sampai saat ini.
Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menyebut bahwa ada kaitan antara CMNP perusahaan Jusuf Hamka dan juga Mbak Tutut terjadi pada saat BLBI.
Ia menyebut nominal utang yang dimiliki oleh CMNP Grup dan afiliasinya kepada pemerintah ternyata jauh lebih besar daripada kewajiban negara ke perusahaan. Hal tersebut berdasar pada penempatan depositonya di Bank Yama yang menikmati bailout berkaitan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Baca Juga: Timeline Asal Usul 'Utang' Negara Rp 800 Miliar kepada Jusuf Hamka
Prastowo menyebut dari total nilai, utang dari PT CMNP yang pada saat itu dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Soeharto beserta tiga perusahaan afiliasi yang dimilikinya, termasuk Bank Yama yang menikmati bailout mencapai Rp 775 miliar. Sedangkan total kewajiban negara berdasarkan pada putusan inkrah mencapai Rp 179 miliar.
Lebih lanjut, ia menyebut saat ini pemerintah sudah membentuk Satgas BLBI guna menagih utang tersebut pemerintah lebih dulu menagihkan total utang yang dimiliki oleh bank dan juga perusahaan terafiliasinya tersebut.
Terlebih lagi, Prastowo menegaskan pemerintah tidak menemukan bukti keberadaan Jusuf Hamka dalam struktur kepemilikan saham di PT CMNP, termasuk juga dalam struktur komisaris ataupun direksi.
Sementara itu, untuk tahap penyelesaian tagihan ke PT CMNP, Kemenkeu menyebut ia harus berhati-hati untuk membayarkannya meskipun sudah ada keputusan yang paten, hal tersebut dikarenakan pemerintah tidak ikut campur dalam kontraktual di antara PT CMNP dengan Bank Yama.
Diketahui, Tutut mendapatkan dana BLBI dari PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, PT Citra Bhakti Margatama Persada. Rinciannya yaitu utang Tutut kepada negara berasal dari PT Citra Mataram Satriamarga sebesar Rp 191,61 miliar. Utang tersebut diketahui masih belum pernah dibayar sama sekali.
Baca Juga: Bahas Utang Negara Rp 800 M dengan Mahfud MD, Jusuf Hamka: Allahu Akbar!
Pengurusan utang yang ada sudah didaftarkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta V di tahun 2013 lalu. Pengurusan terakhir yaitu merupakan laporan pemberitahuan surat paksa.
Selain itu, utang juga ada dari PT Marga Nurindo Bhakti dengan total Rp 471,46 miliar. Utang tersebut sudah pernah dibayar atau diangsur sekitar Rp 1,09 miliar. Adapun pengurusan utang tersebut juga sudah didaftarkan di KPKNL Jakarta V di tahun 2010, dimana pengurusan terakhir yaitu merupakan laporan pemberitahuan surat paksa.
Lalu, terakhir utang juga ada dari PT Citra Bhakti Margatama Persada dengan total Rp 14,79 miliar dan US$ 6,51 juta. Pengurusan utang tersebut sudah didaftarkan di KPKNL Jakarta V di tahun 2010 dengan pengurusan terakhir yaitu laporan pemberitahuan surat paksa.
Mahfud MD yang merupakan Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan HAM menyebut bahwa dokumen putusan hukum yang dimilikinya terkait dengan utang Jusuf Hamka memang benar negara memiliki utang.
Ia menyebut putusan tersebut sudah pernah diakui oleh negara dengan satu perjanjian resmi, tetapi pada saat berganti menteri hal tersebut justru tidak dijalankan.
Ia juga memastikan pihaknya sudah mempelajari dokumen putusan MA tersebut dan juga negara sudah mengaku. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hal ini sudah diputuskan di zaman Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Ia mengaku bahwa hal ini bukanlah satu-satunya kasus yang ia tangani. Berdasarkan arahan dari Presiden, pemerintah resmi menyatakan apabila negara memiliki utang rakyat sama kewajibannya.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa