Suara.com - Cokorda Gede Arthana selaku hakim ketua kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan menyebut suara kuasa hukum terdakwa kecil seperti perempuan. Pernyataan kontroversial tersebut disampaikan dalam persidangan kasus dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti pada Kamis, (8/6/23) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Awalnya, anggota kuasa hukum Haris-Fatia menyampaikan argumennya dan melempar pertanyaan kepada Luhut. Namun tiba-tiba Hakim Cokorda menyela dan menyebut suara kuasa hukum tersebut tidak terdengar dan seperti perempuan.
"Saudara (yang) jelas pertanyaannya, jelas saudara pakai mik loh. Yang jelas. Saudara suaranya seperti perempuan gitu loh tolong keras sedikit lah," ujar Hakim Cokorda.
Lantaran komentar tersebut, Hakim Cokorda Gede Arthana yang dinilai seksis dalam persidangan Haris-Fatia.
Cokorda Gede Arthana adalah salah satu Hakim di PN Jakarta Timur sejak November 2022. Sebelumnya, Cokorda menjabat sebagai hakim di PN Surabaya.
Cokorda Gede Arthana pernah menjatuhkan sanksi kepada Direktur PT BPR Sumber Usahawan, Masudi atas tindak pidana penggelapan dana nasabah. Sanksi pidana yang dijatuhkannya yakni 1 tahun penjara.
Selain itu, Cokorda juga menetapkan terdakwa Nanang Ismawan Sutrisno dan Edi Setiawan bersalah atas kasus korupsi pengadaan tanah SMAN 3 Batu pada 2014. Keduanya dikenakan pidana penjara 5 dan 6 tahun pada Juli 2022.
Cokorda juga membebaskan pengedar sabu pada 13 Januari 2022. Padahal Jaksa memberikan tuntutan Marjalan alias Jalal Bin Mat Tawi berupa pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp1,8 miliar subsider 1 tahun penjara.
Sebelum menjabat di PN Surabaya, Cokorda pernah menjadi Ketua PN Singaraja, Bali. Cokorda pernah tiba-tiba mengalami serangan jantung saat persidangan dan dilarikan ke RSUD Singaraja. Sidang pun ditunda.
Atas pernyataan tersebut, anggota kuasa hukum Haris-Fatla pun menyampaikan protesnya. Pihaknya meminta Hakim Cokorda menarik pernyataannya.
"Saya keberatan jika majelis mengatakan demikian, mohon dicabut. Tidak mengatakan suara seperti perempuan, saya keberatan tolong dicabut," kata salah satu anggota kuasa hukum Haris-Fatia.
Selain itu, Haris juga meminta hakim tidak menggunakan sosok perempuan sebagai perwujudan sesuatu yang lemah.
"Ibu saya suaranya lebih keras dari Anda. Jangan menggunakan perempuan untuk menggambarkan sesuatu yang lemah," tegas Haris.
Selain itu, anggota tim kuasa hukum lainnya juga mengancam akan melaporkan hakim tersebut atas dugaan pelanggaran etik ke Komisi Yudisial (KY).
"Yang Mulia jika Yang Mulia tidak mencabut pernyataan di sini ada rekan KY mohon dicatat, bahwa ini ada dugaan pelanggaran etik dan disiplin oleh majelis hakim," ujar salah satu anggota kuasa hukum Haris-Fatia.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma