Suara.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menanggapi santai soal sikap Ombudsman Republik Indonesia yang membuka opsi bakal meminta bantuan polisi melakukan penjemputan paksa.
Ombudsman sebelumnya mempertimbangkan bakal melakukan opsi itu, jika pimpinan KPK dan perangkatnya tak kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan, terkait dugaan maladministrasi terkait pemecatan Brigjen Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
"Ya, enggak apa-apa," kata Ghufron di Gedung KPK, Jakarta dikutip pada Rabu (7/6/2023).
Ghufron tetap bersikukuh menyatakan, Ombudsman tidak berwenang menindaklanjuti laporan Endar atas pemecatan sebagai Direktur Penyelidikan KPK. Oleh karenanya mereka menyatakan tidak berkewajiban hadir memenuhi panggilan Ombudsman.
Baca Juga: Pemerintah Belum Bahas Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Nurul Ghufron Ngaku Pasrah
"Ini materinya kepegawaian, hubungan KPK dengan karyawannya, bukan hubungan KPK dengan masyarakat yang dilayani. Jadi, KPK menegaskan, menyampaikan bahwa ini urusan KPK dengan pegawai, hubungan kepegawaian," tegasnya.
Periksa Pimpinan KPK
Sebelumnya, Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng menegaskan sesuai dengan kewenangannya, mereka memiliki dua pilihan untuk menangani pihak yang mangkir dari panggilan pemeriksaan.
"Yang pertama adalah dan di sejumlah kasus, kami kemudian menempatkan yang bersangkutan, pihak terlapor sebagai pihak yang tidak menggunakan haknya untuk memberikan jawaban, dan Ombudsman tetap melanjutkan pemeriksaan," kata Robert pada Selasa (30/5/2023).
Obsi kedua, sesuai dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman, mereka bisa memintan bantua polisi untuk melakukan penjemputan paksa terhadap Firli dan kawan-kawan.
Baca Juga: Pakar Hukum: Pemberhentian Endar dari KPK Perlu Didudukkan Secara Proporsional
"Bahwa Ombudsman bisa menghadirkan dan berwenang menghadirkan terlapor secara paksa, pemanggilan paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia," tegas Robert.
Pilihan keduanya tersebut, biasanya digunakan Ombudsman jika pihak yang terlapor sengaja untuk tidak memenuhi panggilan Ombudsman.
"Ini opsi yang diambil ketika kami menilai ketidakhadiran itu karena unsur kesengajaan. Apalagi secara terang benderang menyampaikan argumentasi yang justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman," kata Robert.
"Sekali lagi saya sampaikan, ini opsi yang akan diambil jika Ombudsman menilai bahwa pihak terlapor secara terang benderang menyampaikan argumentasi yang justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman," tegas Robert.