Suara.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Kejaksaan Agung RI melibatkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) untuk mengaudit nilai kerugian negara di kasus proyek BTS yang telah menjerat Menkominfo Johnny G Plate sebagai tersangka.
Pelibatan BPK dinilai penting untuk menjawab keraguan publik atas hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sebab BPKP hanya menghitung prestasi terbangunnya BTS berdasarkan cut of proses pembangunan hingga tahun Maret 2022 yang secara kumulatif baru terbangun 20 persen” kata Boyamin kepada wartawan, Senin (5/6/2023).
Di sisi lain, Boyamin berpendapat penjelasan Kejaksaan Agung RI secara rasional, logis dan ilmiah kepada publik sangat diperlukan untuk menepis tudingan terkait adanya motif politik di balik kasus tersebut.
Baca Juga: Kejagung Periksa Dirut PT Smartfren Telecom Terkait Kasus Dugaan Korupsi Proyek BTS 4G
“Ini dibutuhkan untuk menepis adanya tudingan motif politik dalam penanganan kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G ini, yang dipakai untuk membunuh lawan politik, sekaligus menaikan kawan politik menjelang pilpres tahun 2024," katanya.
Kerugian sampai Triliunan Rupiah
Sebelumnya, Sekretaris Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus meragukan hasil penghitungan BPKP terkait nilai kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022 yang disebut mencapai Rp8,03 triliun. Sebab para vendor dalam proyek tersebut menurutnya telah membelanjakan berbagai perangkat penunjang untuk pembangunan BTS.
“Artinya barangnya sudah dibeli, apa iya kerugiannya hingga 80 persen. Maka dari itu kami meragukan penghitungan BPKP” ungkap Iskandar.
Bukan Peristiwa Pidana Biasa
Baca Juga: Dana KJP-KJMU Rp 197 Miliar Mengendap, Pemprov DKI Janji Salurkan dalam Dua Pekan
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung RI Kuntadi sempat menyatakan kasus korupsi proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022 bukan peristiwa pidana biasa. Sebab nilai kerugian keuangan negara akibat kejahatan tersebut mencapai Rp8 triliun lebih.
"Satu titik poin yang harus kita cermati bersama di dalam kasus ini, kita ingat peristiwa ini ada dana yang digulirkan proyek senilai 10 triliun sekian, kerugian negaranya 8 triliun sekian. Nah ini mungkin perlu kita cermati bersama bahwa ini bukan peristiwa pidana biasa," kata Kuntadi di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023).
Menurut Kuntadi, Kejaksaan Agung RI tidak hanya fokus pada proses penindakan. Tetapi, juga fokus melakukan pemulihan terhadap kerugian keuangan negara.
"Tentunya kegiatan penelusuran aset kita lakukan jauh sebelum hari ini. Itu sudah kita lakukan dan beberapa sudah kita lakukan penyitaan dan itu sudah kami sampaikan, itu masih bergulir semua," kata dia.
Klaim Tak Ada Unsur Politik
Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana dalam kesempatan yang sama menegaskan tidak ada unsur politik di balik penetapan tersangka dan penahanan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate terkait perkara ini. Ia mengklaim penetapan tersangka dan penahanan murni dilakukan sebagai upaya penegakan hukum.
"Penetapan tersangka dan penahanan terhadap JGP (Johnny G Plate) adalah murni penegakan hukum dan tidak ada unsur politik di dalamnya," ujar Ketut.
Ketut menjelaskan, Kejaksaan Agung RI memiliki kewajiban untuk mengawal proyek strategis nasional demi kepentingan masyarakat. Apalagi nilai kerugian keuangan negara akibat korupsinya mencapai Rp8 triliun lebih.
"Proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 merupakan proyek strategis nasional, dan oleh karenanya akan tetap dilanjutkan sehingga kepentingan masyarakat yang tinggal di kawasan terdepan, terluar dan tertinggal (3T) dapat menerima jaringan 4G," jelasnya.
Dalam perkara ini Kejaksaan Agung RI diketahui telah menetapkan tujuh tersangka. Satu di antaranya WP alias Windi Purnama ditetapkan tersangka terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sedangkan enam tersangka terkait tindak pidana korupsi, di antaranya: Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama BAKTI Kominfo, Galubang Menak selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, dan Mukti Ali selaku Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment.