Suara.com - Gubernur Bali I Wayan Koster melarang wisatawan mendaki seluruh gunung di daerah yang dipimpinnya tersebut. Kebijakan ini pun menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Namun I Wayan Koster berkeyakinan banyak yang setuju daripada yang tidak.
"Jauh lebih banyak yang setuju, karena itu kawasan suci," tutur Koster setelah menghadiri acara Bali Digifest II di Art Center, Denpasar, Jumat (2/6/2023).
Larangan itu diduga karena ulah wisatawan mancanegara yang nakal. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut ini fakta Gubernur Koster larang turis mendaki 22 gunung di Bali.
1. Alasan Melarang
Alasan yang mendasari kebijakan tersebut adalah kesucian alam Bali. Bagi Koster, daya tarik Bali adalah karena aura alamnya. Oleh sebab itu, gunung di Pulau Dewata haruslah dijaga.
"Kalau unsur yang menjadi kesucian ini dirusak, itu sama saja kita mendegradasi kesucian alam Bali," jelas Koster.
2. Meminta Pemandu Gunung Berpikir Panjang
Berkaitan dengan menjaga kesucian gunung, Koster meminta pemandu gunung berpikir jangka panjang. Pasalnya, Koster menilai pariwisata Bali akan berkelanjutan jika kesucian gunung terjaga.
"Jangan cuma segelintir orang, hanya untuk sebagai pekerjaan pemandu ke gunung dan bukit, kita mengorbankan bagian besar daripada kepentingan pariwisata di Bali ini secara berkelanjutan," tambahnya.
Baca Juga: Wayan Koster Dinilai Tidak Konsisten, Larang Pendakian Tapi Bukit Buluh Klungkung Malah Dikeruk
3. Pemandu Gunung Minta Koster Kaji Ulang
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gunung Abang Erawang I Nengah Suratnata meminta Koster mengkaji kembali kebijakan tersebut. I Nengah setuju kesucian gunung harus dijaga. Namun, caranya tidak dengan melarang pendakian.
"Menjaga kesucian gunung menjadi komitmen kami. Namun, saat menjaga kesucian (gunung), kami berharap ada ruang agar pariwisata tetap jalan," jelas Suratnata, Kamis (1/6/2023).
Pasalnya, terdapat 10 hingga 50 orang setiap hari yang mendaki gunung. Bahkan jumlahnya bertambah hingga 30 sampai 100 orang di akhir pekan.
4. Tanggapan Pemerintah Kabupaten Tabanan
Pemerintah Kabupaten Tabanan berjanji mengakomodasi keinginan prajuru Desa Adat Wangaya terkait larangan tersebut. Awalnya, prajuru Desa Adat meminta agar larangan itu dibahas bersama dengan gubernur, bupati dan pendesa adat yang wilayahnya merupakan jalur masuk pendakian.
5. Larangan Tidak Berlaku untuk Ibadah
Sekda Tabanan I Gede Susila menjelaskan larangan naik gunung itu tidak berlaku bagi masyarakat yang sembahyang. Baginya, pendakian hanya dilarang untuk aktivitas selain itu.
"Kalau untuk sembahyang, komponen di Batukaru tentu akan memberi izin. Tapi kalau untuk wisata, apalagi tujuannya tidak jelas, tentu akan dilarang," jelas Sekda Tabanan I Gede Susila.
6. Bendesa Kerap Diancam Atas Larangan Itu
Bendesa Adat Wangaya Gede I Ketut Sucipto mendukung kebijakan tersebut. Terlebih daerahnya memiliki kewajiban menjaga kelestarian lingkungan.
Ketut Sucipto juga meminta sanksi yang tegas meski menimbulkan polemik. Sebab, sejak ada larangan itu, Desa Adat Wangaya juga menerapkannya dan kerap menerima ancaman.
"Debat sering. Diancam sering. Oleh mereka yang ingin mendaki. Oleh mereka yang ingin sembahyang. Masalah inilah yang harus dipikirkan," katanya.
7. I Wayan Koster Dinilai Tidak Konsisten
Alasan larangan pendakian gunung adalah menjaga kelestarian dan kesucian alam. Namun Dr. Gede Suardana selaku tokoh muda Bali menilai sikap Wayan Koster inkonsisten. Pasalnya, Bukit Buluh yang di atasnya ada Pura Bukit Buluh itu dikeruk untuk pembangunan PKB.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma