Suara.com - Perayaan Idul Adha biasanya selalu diiringi dengan aktivitas berkurban. Dalam hal ini, sering kali terdapat berbagai jenis hewan ternak yang dikurbankan, termasuk bagian kepala dan kulit hewan tersebut. Apa hukum menjual kulit hewan kurban?
Mengingat jumlahnya yang bisa sangat banyak, diperlukan strategi tertentu untuk mengelola bagian kepala dan kulit hewan kurban ini.
Jika Anda mempertimbangkan untuk menjualnya, penting untuk memahami hukum yang berlaku mengenai penjualan kepala dan kulit hewan kurban.
Bagaimana hukum menjual kepala dan kulit hewan kurban? Bagi individu yang melakukan kurban, mereka tidak diizinkan untuk menjual hewan kurban mereka, sebab hal tersebut dapat menghapus kebaikan yang diperoleh dari aktivitas berkurban.
Baca Juga: 3 Syarat Hewan Kurban Idul Adha yang Sah, Jangan Sembarangan Beli!
Selain itu, penerima kurban juga dilarang untuk menjual baik kepala maupun kulit hewan kurban. Namun, ada pengecualian untuk orang-orang yang berada dalam kondisi miskin.
Hal ini dikarenakan praktek menjual kepala dan kulit hewan kurban secara umum adalah tindakan yang tidak diperbolehkan, bahkan memberikannya sebagai gaji untuk para pembantu penyembelihan pun tidak diperbolehkan.
Berdasarkan penjelasan HR Hakim dalam kitab Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, juz 6, halaman 121 yang tertera dalam laman islam.nu.or.id, “Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya,”
Maka, apabila seseorang menjual kepala dan kulit hewan kurban, maka hewan kurban itu berubah menjadi hewan sembelihan biasa yang tidak bernilai pahala.
Berdasarkan keterangan Habib Abdurrahman Ba'alawi, fakir miskin boleh menjual kepala dan kulit kurban. Dalilnya sebagai berikut:
Baca Juga: Berapa Harga Kambing Kurban 2023? Ini Daftar Lengkapnya untuk Persiapan Idul Adha
“Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berkurban pada dirinya sendiri. Demikianlah yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah. (Lihat Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 423).
Dari penjelasan di atas, hukum menjual kulit hewan kurban tidak diperbolehkan. Ia tidak akan mendapatkan pahala dari berkurban sebab hewan yang disembelih tersebut menjadi hewan sembelihan biasa, bukan hewan kurban.
Penerima kurban diperbolehkan untuk menjual dagung, kulit atau kepala dengan syarat ia adalah seseorang kategori fakir miskin.
Demikianlah penjelasan mengenai hukum menjual kulit hewan kurban Idul Adha.