Suara.com - Kasus kejahatan seksual terhadap anak berusia 15 tahun terjadi di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Kasus ini pun menjadi sorotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Polisi Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng).
Kasus ini terjadi sekitar bulan April 2022 ketika korban mendatangi posko bencana banjir untuk memberi bantuan logistik. Kekerasan seksual tersebut berlangsung hingga Januari 2023.
Berkaitan dengan kasus tersebut, ternyata ada perbedaan reaksi antara KPAI dan Polda Sulteng. Perbedaan tersebut terkait dengan pengkategorian kasus dan diksi yang dipakai Kapolda Sulteng.
Reaksi KPAI: Itu Kejahatan Seksual
KPAI menyebut kasus ini adalah tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Penegasan itu berbeda dengan pernyataan Polda Sulteng yang menyebut kejadian ini adalah persetubuhan anak di bawah umur.
"Itu kejahatan seksual terhadap anak," ujar Wakil KPAI Jasra Putra kepada wartawan, Jumat 2 Mei 2023.
Kapolda Sulteng Sebut Persetubuhan
Sebelumnya, Kapolda Sulawesi Tengah Inspektur Jenderal Agus Nugroho tidak memakai diksi 'pemerkosaan' untuk menggambarkan kasus tersebut. Diksi itu tidak digunakan lagi, tetapi menggantinya sebagai ‘persetubuhan anak di bawah umur’.
"Untuk diketahui bersama bahwa kasus yang terjadi bukanlah perkara atau kasus pemerkosaan ataupun rudapaksa apalagi sebagaimana kita maklumi bersama beberapa waktu yang lalu ada yang menyampaikan pemerkosaan yang dilakukan oleh 11 orang secara bersama-sama, saya ingin meluruskan penggunaan istilah itu," jelas Agus kepada wartawan, Kamis 1 Juni 2023.
Baca Juga: Temui Gadis Remaja Korban Pemerkosaan 10 Lelaki Predator Di Parimou, LPSK Tawarkan Perlindungan
Menurut Agus, ada faktor hukum yang melatarbelakangi diksi tersebut. Faktor tersebut yakni penggunaan istilah ‘pemerkosaan’ dalam Pasal 285 kUHP.