Heboh Ekspor Pasir Laut, Deretan Perusahaan Ini Pernah Lakukan Penambangan Ilegal

Farah Nabilla Suara.Com
Kamis, 01 Juni 2023 | 19:41 WIB
Heboh Ekspor Pasir Laut, Deretan Perusahaan Ini Pernah Lakukan Penambangan Ilegal
Ilustrasi penambangan pasir laut (pexels.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah dua dekade dilarang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membuka keran izin ekspor pasir laut. Izin ekspor pasir laut itu dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang diundangkan pada 15 Mei 2023 lalu.

Beleid itu mengatur mengenai pemanfaatan pasir laut yang digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemetintahan, pembangunan sarana dan prasarana oleh pelaku usaha dan tentunya ekspor.

Kebijakan Jokowi itu bertentangan dengan Megawati Soekarnoputri yang melarang ekspor pasir laut melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Adapun SK Menperindag era pemerintahan Presiden Megawati itu dikeluarkan karena adanya kerusakan lingkungan hidup di Kepulauan Riau akibat penambangan pasir, yakni tenggelamnya sejumlah pulau kecil.

Baca Juga: Catatan Hitam Ekspor Pasir Laut Indonesia: Sempat Bikin Dua Pulau 'Hilang'

Namun, meski selama ini ada larangan, aktifitas penambangan pasir laut tetap dilakukan secara illegal oleh sejumlah perusahaan.

Apa saja perusahaan yang selama ini diduga menambang pasir secara illegal? Berikut ulasannya.

PT Logomas Utama

PT Logomas Utama menambang pasir di Desa Suka Damai, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, provinsi Riau.

Namun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menghentikan kegiatan penambangan perusahaan itu pada 13 Februari 2022.

Baca Juga: Ekspor Pasir Laut Kembali Diizinkan Jokowi, Bikin Wilayah Singapura Makin Luas

Meski begitu, hingga kini izin usaha penambangan atau IUP perusahaan tambang asal Jakarta itu belum juga dicabut.

Masyarakat pun bereaksi atas kegiatan tambang pasir yang dilakukan PT Logimas Utama, sebab menyebabkan kerusakan lingkungan.

Diantaranya terjadi abrasi di sejumlah pulau kecil. Perairan juga menjadi keruh dan terumbu karang menjadi rusak.

Alhasil, pendapatan nelayan pun menurun. Ikan, udang dan kepiting yang biasanya mudah diperoleh nelayan, menjadi dulit didapat oleh para nelayan.

Dan akhirnya pada 18 April 2022, kelompok Nelayan kerapu Suka Damai mengirimkan surat pada Jokowi, meminta agar presiden memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menarik IUP PT Logomas.

PT Bintan Batam Pratama

Serupa dengan Desa Suka Damai, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, provinsi Riau, penambangan pasir illegal juga terjadi di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau.

Nelayan suku Kojong meminta agar aktivitas penambangan laut yang dilakukan PT Bintan Batam Pratama di pesisir timur Pulau Linga Utara dihentikan.

Perusahaan itu disebut telah memulai aktivitas tambangnya pada akhir 2021. Dampak yang dirasakan dari aktivitas tambang itu, nelayan jadi kesulitan mendapatkan ikan, karena air laut menjadi keruh. Terumbu karang di perairan itu juga rusak akibat limbah pasir yang turun dari kawasan tambang .

Desakan masyarakat mendapatkan respons dari pemerintah. Pada 13 Januari 2023 lalu, KKP menghentikan proyek pembangunan terminalkhusus seluas 0,4 hektare milik PT Bintan Batam Pratama, karena belum dilengkapi persetujuan.

Hal itu lantas ditanggapi oleh General Manager PT Bintan Batam Pratama Ardi Ahmad. Ia menyebut masalah lingkungan dan persoalan yang dihadapi nelayan yang terkait dengan aktivitas tambang telah diatasi.

PT Labrosco Yal

Tak hanya di wilayah perairan pulau Sumatera bagian timur. Pertambangan pasir laut illegal juga terjadi di Morotai Selatan dan Morotai Timur yang dilakukan oleh PT Labrosco Yal.

Perusahaan itu merupakan milik Djonny Laos yang merupakan adik mantan Bupati Pulau Morotai, Benny Laos.

Akibat antivitas tambang pasir illegal yang dilakukan PT Labrosco, garis pantai menyusut sekitar 10 kilometer hingga mendekati jalan raya.

Akibatnya, kebun kelapa milik warga mengalami abrasi. Kawasan mangrove di lokasi wisata pantai Tanjung Pinang yang terletak di Desa Sambiki juga menghilang.

Kegiatan tambang yang dilakukan PT Labrosco mendapatkan perhatian dari DPRD Kabupaten Pulau Morotai.

Mereka menduga ada praktik kotor dalam aktivitas penambangan, sebab perusahaan yang menambang diketahui tidak mendapatkan rekomendasi dari desa dan izin tambang pasir atau galian C dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI