Suara.com - Kontroversi kebijakan ekspor pasir laut yang kembali diberlakukan oleh Presiden Jokowi ini menimbulkan pertanyaan, siapa negara yang mau menerima ekspor pasir dari Indonesia.
Sebenarnya kebijakan ini sudah dilarang sejak 20 tahun yang lalu. Aktivitas ekspor pasir laut memiliki sejarah kelam karena hampir menenggelamkan salah satu pulau kecil di daerah Batam, Kepulauan Riau akibat aktivitas penambangan pasir.
Para nelayan di Batam pun menolak keras kegiatan ini kembali karena selain mengancam ekosistem, nelayan pun menjadi kesulitan untuk mencari tempat dan waktu terbaik untuk berlayar karena adanya aktivitas ekspor ini.
Singapura pun sudah menjadi negara satu-satunya yang melakukan kerjasama dalam ekspor pasir laut dari Indonesia sejak tahun 1976. Pengerukan secara mendalam dan bisa dikatakan eksploitasi selama bertahun-tahun ini pun sempat dilarang karena dianggap merugikan wilayah Indonesia.
Baca Juga: Anies Baswedan Beri Sinyal Tidak Lanjutkan 'Proyek' Era Jokowi
Sejarah dari ekspor pasir laut ini bermula ketika pemerintah Singapura mulai mencanangkan program reklamasi 1966. Setelah berhasil membuat "daratan" di negaranya, Singapura pun kembali memperluas desain daratan yang akan direklamasi.
Pada tahun 1977 lalu, proyek reklamasi kembali berjalan dengan skenario membentuk kawasan baru bernama Marina Center. Dua tahun selanjutnya di tahun 1979, Singapura kembali memperluas tepi pantai di daerah Tanjong Rhu dan Telok Ayer Basin yang baru saja direklamasi untuk menciptakan daratan lainnya bernama Marina East dan Marina South.
Lahan hasil reklamasi ini membentuk kawasan baru den seluas 660 hektar yang disebut Marina Bay.
Untuk mencapai target reklamasi, pemerintah Singapura pun menjalin kerjasama dengan Indonesia untuk ekspor pasir laut di berbagai daerah di Kepulauan Riau. Selama 30 tahun itulah, penambangan pasir dilakukan demi memenuhi permintaan Singapura.
Negara kaya yang digadang menjadi salah satu Macan Asia ini pun terus menerus meningkatkan permintaan pasokan pasir.
Baca Juga: Menteri PUPR Rayu Investor Singapura Investasi di IKN: Ini Waktu yang Tepat
Hal ini pun menyebabkan daratan di sekitar Batam, Karimun, dan daerah Kepulauan Riau terutama pulau pulau kecil hampir tenggelam. Kebijakan ini pun akhirnya dicabut oleh Presiden Megawati di tahun 2003 karena proyek ini merugikan negara karena mengurangi batas negara secara daratan.
Tak hanya itu, ekspor pasir laut ini juga dianggap merusak ekosistem karena beberapa hasil laut seperti kepiting, kerang, dan hewan laut lainnya bertempat tinggal di pinggir pantai.
Kontributor : Dea Nabila