Suara.com - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritisi pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut Ombudsman Republik Indonesia tak berwenang menindak lanjuti laporan Brigjen Endar Priantoro.
Endar sebelumnya telah melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri, Sekjen KPK Cahya H Harefa, dan Kabiro SDM KPK Zuraida Retno Pamungkas ke Ombudsman terkait dugaan maladministrasi atas pemecatannya sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
"Pertama, KPK itu kan penegak hukum artinya patuh aturan termasuk kalau diundang, dipanggil oleh lembaga-lembaga lain yang berwenang termasuk Ombudsman. Ombudsman itu berwenang, ya datang saja," kata Boyamin dikutip pada Rabu (31/5/2023).
Dia lantas menyinggung pelanggaran admintrasi yang dilakukan KPK pada kasus tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK yang memecat 57 pegawai lembaga antikorupsi.
"Kenapa dulu zaman tes wawasan kebangsaan itu ketika diundang Ombudsman itu, juga hadir pimpinan KPK diwakili Pak Nurul Ghufron. Jadi tidak ada alasan sekarang tidak datang dengan alasan bukan urusan kepentingan publik," tegasnya.
Sebelumnya dalam keterangan tertulis, Sekjen KPK Cahya H Harefa menilai yang berwenang menangani perkara tersebut adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurutnya, pemberhentian Endar karena habis masa tugas, masuk dalam ranah manajemen sumber daya manusia (SDM) di KPK, bukan pelayanan publik. Oleh sebabnya mereka menolak hadir untuk diperiksa.
"Kalau menyangkut sumber daya manusia, karyawan, sistem penggajian ya tetap menjadi urusan Ombudsman. Memang boleh, misalnya KPK memberikan gaji di bawah UMR? Kan nggak boleh juga, atau berlebihan misalnya gajinya Rp 1 miliar, kan nggak boleh juga," kata Boyamin.
"Sehingga kalau ada sesuatu yang dianggap bermasalah atau tidak tepat dari sisi administrasi bahkan ada maladministrasi dalam proses rekrutmen terus pemberhentian mutasi promosi, ya Ombudsman berwenang," sambunnya.
Baca Juga: Tolak Penuhi Panggilan Ombudsman, Sekjen KPK Cahya H Harefa Bilang Begini
Boyamin juga menilai, penolakan Filri Bahuri dan perangkat KPK untuk menghadiri panggilan Ombudsman sebagai bentuk kesombongan, akibat putusan MK. Putusan itu memperpanjang masa jabatan Firli dan empat pimpinan dari empat tahun menjadi lima tahun.
"Mungkin ini salah satu dampak putusan MK perpanjang masa jabatan lima tahun. Jadi terkesan jemawa," katanya.