Suara.com - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman menilai, seharusnya dari polemik soal Denny Indrayana yang perlu disorot justru Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, jangan sampai MK mengeluarkan keputusan perkara soal sistem pemilu sebelum selesainya tahapan pemeriksaan, sebab hal itu akan menjadi masalah.
"Menurut saya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana MK memutus. Kalau MK memutus sebelum selesainya tahapan pemeriksaan, itu pasti bermasalah," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Habiburokhman mengungkapkan, selama ini MK belum mendengar penjelasan dari para pihak terkait dalam perkara tersebut.
"Kami-kami para pihak belum semua menyampaikan kesimpulan per hari ini. Kalau sudah ada kesimpulan apa namanya sudah ada keputusan sudah ada putusan sebelum para pihak lengkap memberikan kesimpulan kan berarti dilanggar hak para pihak ini. Gitu lho," tuturnya.
Kemudian yang perlu diperhatikan lagi, menurut Habiburokhman jika MK benar-benar memutuskan untuk mengubah sistem pemilu ke proporsional tertutup. Hal itu dianggapnya akan membahayakan di tengah tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan.
Bahkan, Habiburokhman menyebut, jika pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup atau hanya coblos partai, maka akan terjadi chaos politik. Sebab tahapan Pemilu 2024 dijalankan dengan sistem terbuka saat ini.
"Karena situasinya hampir semua parpol format penyusunan daftar caleg itu orientasinya terbuka. Kalau tiba-tiba tertutup ini bisa agak chaos secara politik karena orang-orang akan ribut yang sudah didaftarkan bisa mundur dan kita akan kesulitan mencari penggantinya," tuturnya.
"Ini bukan hanya di level DPR RI ada kabupaten, kota, provinsi sehingga ini bisa di mana-mana gitu lho apa namanya ya ada masalah politik cukup genting di mana-mana," sambungnya.
Untuk itu, kata dia, yang menjadi taruhannya adalah penyelenggaraan Pemilu 2024 yang sudah berjalan.