Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Wamenkumham, Denny Indrayana, membantah jika dirinya disebut telah membocorkan rahasia negara dengan adanya pernyataan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu. Menurutnya, apa yang dirinya sampaikan tersebut hanya lah sebuah informasi didapatkan.
Denny awalnya menyampaikan, dirinya sebagai advokat paham betul mengenai delik hukum pidana atau pun pelanggaran etika.
"Karena itu, saya bisa tegaskan: tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," kata Denny dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).
Ia mengatakan, rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. Sedangkan, informasi yang dirinya dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK.
Baca Juga: Bantah Bocorkan Putusan MK soal Pemilu Tertutup, Denny Indrayana: Info Saya Kredibel!
Menurutnya, hal tersebut perlu ditegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK.
"Padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak MK," tuturnya.
"Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, “... mendapatkan informasi" bukan “... mendapatkan bocoran”. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, “ ... MK akan memutuskan”. Masih akan, belum diputuskan," sambungnya.
Denny juga mengaku tak pernah menggunakan frasa soal informasi dari A1. Menurutnya, informasi A1 itu hanya digunakan oleh intelijen, sementara yang digunakannya berdasarkan sumber orang yang sangat dipercaya kredibilitasnya.
"Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik), agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategi," ujarnya.
Lebih lanjut, Denny menyampaikan, meski informasi yang dirinya dapatkan tersebut sangat kredibel, tapi dirinya berharap sistem pemilu tidak digelar secara proporsional tertutup. Menurutnya, sistem pemilu bukan wewenang ajudikasi di MK tapi ranah legislasi di DPR.
Selain itu, diharapkannya tidak diubahnya sistem pemilu ke tertutup juga untuk menghindari kekacauan tahapan pemilu yang sudah berjalan kekinian.
Adapun Denny merasa khawatir soal hukum yang dijadikan alat pemenangan pemilu 2024 bukan hanya di MK, tetapi juga di Mahkamah Agung.
"Secara spesifik saya mengajak publik untuk juga mengawal proses Peninjauan Kembali yang diajukan Kepala Staf Presiden Moeldoko atas Partai Demokrat. Proses PK tersebut lebih tertutup dan tidak ada persidangan terbukanya untuk umum, maka lebih rentan diselewengkan. Jangan sampai kedaulatan partai dirusak oleh tangan-tangan kekuasaan, bagian dari istana Presiden Jokowi, lagi-lagi karena kepentingan cawe-cawe dalam kontestasi Pilpres 2024," pungkasnya.