Suara.com - Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan informasi yang diungkap Denny Indrayana sebatas menjadi kewaspadaan bagi internal partai.
Sementara itu, benar atau tidaknya apa yang disampaikan Denny perihal MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024, Golkar mengaku tidak mengetahuinya dengan pasti.
"Tapi apa yang disebutkan oleh informasi yang disebutkan oleh Denny Indrayana ini buat kami adalah untuk aware untuk waspada, bahwa jangan sampai kemudian terjadi bajakan demorkasi," kata Nurul di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Senin (29/5/2023).
Nurul menyampaikan bahwa kehendak rakyat mayoritas ingin Pemilu tetap dilaksanakan secara proporsional terbuka. Bahkan delapan dari sembilan partai di parlemen kompak menyatakan menolak sistem proporsional tertutup.
Baca Juga: Sistem Proporsional Tertutup: Karakter, Kelebihan serta Kekurangan
"Jadi kan semua rakyat kelihatannya mayoritas ingin terbuka. Partai juga waktu Januari lalu kelihatan dari 9 partai 8 partainya ingin terbuka gitu," kata Nurul.
"Nah kita lihat saja bahwa apa yang disebutkan oleh Denny Indrayana itu buat kami membangun awareness saja gitu. Jadi harus hati-hati ini. Terus apa yang kita lakukan? Nah silakan tunggu ya," katanya.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengungkapkan, informasi penting yang didapat pada Minggu pagi.
Ia membeberkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi atau MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup atau kembali memilih tanda gambar partai.
Informasi itu diketahui melalui keterangan tertulis dari Denny, yang juga ia sampaikan melalaui unggahan di akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99.
Baca Juga: Siap-siap Ke Masa Orba, MK Disebut Segera Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
"Info tersebut menyatakan, komposisi putusan enam berbanding tiga dissenting," tulis Denny, Minggu (28/5/2023).
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) 2011-2014 ini tidak mengungkapkan dari mana informasi tersebut berasal. Ia hanya menekankan orang yang menjadi sumbernya merupakan orang yang ia percaya.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi," ujar Denny.
Denny lantas menyinggung bahwa Indonesia akan kembali ke masa-masa orde baru, apabila memang MK memutuskan Pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup.
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif. KPK di kuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan satu tahun," ujar Denny.
Denny menyinggung perihal upaya kudeta Partai Denokrat yang dilakukan Kepala Staf Presiden, Moeldoko. Ia juga menyinggung perihal risiko gagalnya pencapresan Anies Baswedan, seiring rencana kudeta Partai Demokrat.
"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," kata Denny.
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan," katanya.
Terpisah, Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soparno mengaku mendengar hal serupa. Tetapi yang berbeda berdasarkan informasi yang ia peroleh, sistem pemilu proporsional tertutup akan diberlakukan pada Pemilu 2029, bukan untuk 2024.
"Yang saya dapat infonya, bahwa itu akan tertutup, tetapi berlakunya itu 2029. Enggak (berlaku surut). Berlakunya terhitung 2029. Itu info yang saya peroleh ya," ujarnya kepada wartawan.