Suara.com - Kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menghadapi polemik yakni buruknya citra di mata publik.
Hal tersebut juga ditambah dengan dikabulkannya usulan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sidang putusan Kamis (25/3/2023).
Ditambah lagi, sosok yang mengusulkan perpanjangan tersebut tak lain adalah Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang notabene adalah pimpinan KPK dan tangan kanan Firli Bahuri.
Bahkan, kini sosok eks penyidik senior kondang KPK, Novel Baswedan dibuat prihatin dengan kondisi kepemimpinan dan kinerja KPK sekarang.
Novel juga berduka ketika usulan Ghufron diberi lampu hijau oleh MK.
"Jawabannya Innalilahi wa Innailaihi Raji'un. Karena kita perihatin kondisi KPK ya dan kemudian ada perpanjangan," kata Novel di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (25/5/2023).
Taufiequrachman Ruki Pemimpin Pertama
Lantas jika kepemimpinan KPK membuat sosok penyidik terbaiknya prihatin, bagaimana dengan pimpinan KPK di masa lalu?
KPK didirikan pada 2002 tepatnya pada masa Presiden RI Megawati Soekarnoputri. Pendirian KPK dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Baca Juga: Hanya 5 dari 9 Hakim MK Setuju Masa Jabat Pimpinan KPK Ditambah, Senator DPD: Ironis!
Ketua KPK yang pertama adalah Inspektur Jenderal Polisi (Purn.) Taufiequrachman Ruki yang meletakan dasar lembaga antirasuah tersebut.
Sosok purnawirawan Perwira Tinggi Polri ini meski banyak menerima kritikan merupakan pencetus kepemimpinan di KPK yang punya misi besar mewujudkan "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia.
Antasari Azhar: Jadi Ketua KPK di tengah kasus pidana
Sayangnya, apa yang diimpikan Taufiequrrachman Ruki tak sejalan dengan misinya kala ia harus menyerahkan estafet kepemimpinan ke Antasari Azhar.
Antasari menjadi Ketua KPK kedua meski dilanda sebuah prahara kasus pidana. Kala itu, Antasari diduga bekerja sama dengan pengusaha Sigid Haryo Wibisono untuk membunuh Nasrudin Zulkarnaen, direktur PT Rajawali Putra Banjaran.
Kasus tersebut membuat Antasari divonis penjara selama 18 tahun.
Tumpak Hatorangan Panggabean Pelaksana Tugas, 2009–2010
Usai Antasari dibui, kursi kosong Ketua KPK dipercayakan ke Komisaris PT Pos Indonesia, Tumpak Hatorangan Panggabean.
KPK di bawah kepemimpinan Tumpak berhasil menuntaskan kasus-kasus besar, dan bahkan berhasil menangkap eks Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi.
Busyro Muqoddas: Banyak kritik hedonisme DPR
Busyro Muqoddas akhirnya mendapatkan kesempatan mengisi kursi kosong Ketua KPK usai sementara diserahkan ke Tumpak.
Busyro kala memimpin KPK banyak mengkritik kehidupan anggota DPR yang serba mewah dan hedon.
Abraham Samad: Penjarakan para koruptor megakorupsi Hambalang
Busyro Muqoddas akhirnya kalah suara saat berhadapan dengan Abraham Samad dalam pemilihan Ketua KPK periode selanjutnya.
Adapun di masa kepemimpinan Abraham Samad, para politisi nakal yang terlibat dalam kasus megakorupsi Wisma Alet Hambalang seperti Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Anas Urbaningrum akhirnya dibui.
Agus Rahardjo: Hobi OTT
Masa kepemimpinan Abraham Samad selesai, sosok Agus Raharjo 'naik tahta' jadi Ketua KPK.
Agus Rahardjo kerap melancarkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang akhirnya berhasil menangkap Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Irman Gusman atas kasus suap impor gula.
Firli Bahuri: Kontroversi copot Endar Priantoro hingga perpanjangan masa jabatan
Firli Bahuri terpilih menjadi Ketua KPK pada tahun 2019 menggantikan Agus Rahardjo yang masa jabatannya sudah selesai.
Meski raih segudang prestasi seperti berhasil menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe, kepemimpinan Firli tak terlepas dari segudang kontroversi.
Keputusannya mencopot Direktur Penyelidikan KPK, Brigjen Endar Priantoro menjadi polemik lantaran diduga ada motif perseteruan internal.
Kedua, tangan kanan Firli yakni Nurul Ghufron mengajukan usulan penambahan masa jabatan pimpinan KPK yang disambut dengan kritik.
Kontributor : Armand Ilham