Suara.com - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di MA.
Mengutip dari laman resmi, Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jakarta Selatan, praperadilan tersebut didaftarkan pada Jumat 26 Mei 2023 dengan nomor perkara 49/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.
Dalam gugatannya tersebut, Hasbi Hasan sebagai pemohon menggugat Komisi Pemeberantasan Korupsi sebagai termohon dengan klarifikasi perkara, sah atau tidaknya penetapannya sebagai tersangka.
Disebutkan sidang perdana praperadilannya dijadwalkan pada Senin 12 Juni 2023.
Baca Juga: Putusan MK Menguntungkan, Firli Bahuri Langsung Bicara Amanah dan Bersihkan Indonesia dari Korupsi
Sebagaimana diketahui, Hasbi Hasan telah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jaklarta pada Rabu (24/5/2023) lalu. Dia dicecar penyidik kurang lebih 7 jam lamanya.
Namun, usai menjalani pemeriksaan Hasbi Hasan tidak ditahan KPK. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut penahan bukan sebuah keharusan bagi tersangka korupsi.
"Penahanan bukan suatu keharusan. Penahanan merupakan upaya paksa, jika penyidik dihadapkan pada kondisinya ada alasan takut tersangka melarikan diri, takut menghilangkan alat bukti dan juga di khawatir kan akan mengulangi perbuatannya kembali," kata Ghufron dihubungi wartawan, Rabu (24/5/2023).
"Jika terhadap tersangka tidak ada ke khawatiran tiga hal tersebut. penyidik tidak memerlukan penahanan. Atau ketika sudah akan sidang agar memudahkan pemeriksaan baru kita tahan" sambungnya.
Ghufron pun bilag, KPK tidak melihat tiga hal tersebut sehingga tidak melakukan penahaan terhadap Hasbi Hasan.
Baca Juga: Mantan Penyidik Berharap Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK Berlaku Periode Berikutnya
"Bukan yakin atau tidak. Sepanjang masih tidak ada alasan tersebut, yang ditunjukkan yang bersangkutan, hadir memenuhi, artinya masih tidak ada kekhawatiran melarikan diri," kata Ghufron.
Sementara itu, mantan penyidik KPK Novel Baswedan menilai tidak ditahannya Hasbi Hasan usai diperiksa perdana sebagai tersangka, sebuah hal tidak lazim.
"Ya, keputusan tersebut memang tidak lazim. Karen infonya beredar bahwa KPK/penyidik sudah sampai menyiapkan administasi untuk penahanan. Artinya segala pertimbangan, baik fakta obyektif dan subyektif sebaimana di maksud dalam KUHAP telah dipertimbangkan," kata Novel dihubungi wartawan, Kamis (25/5/2023).
Berdasarkan informasi yang diterimanya, tidak dilakukannya penahanan terhadap Hasbi Hasa diduga karena pimpinan KPK.
"Tidak jadinya dilakukan penahanan karena pimpinan, yang dikhawatirkan bila ada alasan konflik kepentingan atau digunakan untuk kepentingan yang justru melanggar etik di KPK. Hal ini tidak berlebihan, karena dokumen rahasia hasil penyelidikan saja dibocorkan oleh pimpinan KPK sendiri," ujarnya.
Novel mengkritisi pernyataan Nurul Ghufron yang menyebut, penahanan terhadap tersangka bukan keharusan.
"Pertimbangan untuk penahanan diatur di KUHAP alasan obyektif, mengenai syarat persangkaan yang bisa ditahan. Syarat subyektif, melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan pidana lagi. Ketika penyidik sudah membuat administrasi penahanan untuk ditandatangani oleh pimpinan, mestinya semua alasan tersebut tidak ada isu lagi," jelas Novel.
"Sehingga ketika pimpinan menolak untuk dilakukan penahanan, maka itu hal janggal dan aneh. Belum lagi pengalaman sebelumnya Sekretaris MA atas nama Nurhadi pernah melarikan diri," tegasnya.
Ditetapkan Tersangka
Hasbi Hasan diduga terlibat dalam kasus suap pengurusan perkara di MA. Pada pemeriksaannya pada Kamis 9 Maret 2023 lalu, KPK mendalami aliran dana yang diduga diterimanya.
Hal itu menyusul namanya yang disebut dalam surat dakwaan terdakwa Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno. Hasbi Hasan diduga pernah berhubungan dengan Yosep Parera dan Eko melalui Dadan Tri Yudianto.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 15 orang tersangka pada kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (SKM), Wahyudi Hardi menjadi tersangka baru pemberi suap ke Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo.
Sebanyak 15 tersangka, dua di antaranya adalah Hakim Agung, yaitu Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati yang telah dinonaktifkan.
Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati lebih dulu dijadikan sebagai tersangka, disusul Hakim Agung Gazalba Saleh yang resmi ditahan KPK pada Kamis (8/12/2022) lalu.
Gazalba jadi tersangka bersama dua anak buahnya karena diduga menerima suap senilai Rp 2,2 miliar untuk memvonis Budiman Gandi Suparman 5 tahun penjara, soal perkara perselisihan internal koperasi simpan pinjam ID (KSP Intidana). Dana itu diduga diberikan Heryanto Tanaka (HT) selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).