Suara.com - Kasus dugaan korupsi proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G menyita perhatian publik. Terlebih usai mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate ditetapkan sebagai tersangka karena turut terlibat. Kerugian yang dialami oleh negara disebut-sebut mencapai Rp8,03 triliun. Hal ini lantas memicu rasa penasaran soal harga tower atau menara tersebut hingga bisa digelapkan dalam jumlah yang sangat fantastis.
Sebelum itu, BTS sendiri memiliki tugas, yakni untuk mengirimkan dan menerima sinyal radio ke sejumlah perangkat komunikasi. Diantaranya seperti telepon rumah, telepon seluler atau HP, dan lain sejenisnya.
Sinyal tersebut kemudian diubah menjadi sinyal digital yang akan dikirim ke terminal lainnya dalam bentuk pesan atau data. Sementara bentuk BTS bervariasi, mulai dari kaki segi empat, kaki segitiga, hingga yang hanya berupa pipa panjang saja.
Sekjen Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Zulfadly Syam menerangkan bahwa harga satu buah menara BTS berkisar antara Rp600 juta sampai Rp1,5 miliar.
Baca Juga: Setelah Johnny G Plate, Kejagung Tetapkan Tersangka Baru di Perkara Dugaan Korupsi BTS BAKTI
Angka ini bergantung pada beberapa hal seperti lokasi, grounding, harga tanah, hingga jalur distribusi material. Sementara untuk antena, katanya berasal dari operator. Lalu, waktu pembangunannya sendiri juga dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor.
Diantaranya, yaitu lokasi, desain, serta fondasi dengan rentang waktu kurang lebih sekitar 4-6 bulan sampai pembangunannya benar-benar selesai. Sementara dalam kasus dugaan korupsi itu, Pelaksana Tugas (Plt) Menkominfo Mahfud MD sempat membongkar beberapa fakta. Pertama, ia mengatakan bahwa proyek BTS itu sebetulnya sudah berjalan sejak tahun 2006 dan lancar hingga 2019. Lalu, masalah pada anggarannya baru ditemui pada tahun 2020.
Proyek dengan nilai Rp28 triliun itu terlebih dahulu dicairkan sekitar Rp10 triliun pada 2020-2021. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan pada Desember 2021, rupanya tidak ada pembangunan menara BTS.
Pihak pekerja kemudian meminta perpanjangan waktu pembangunan hingga Maret 2022 dengan dalih pandemi Covid-19. Begitu disetujui, menara yang berhasil dibangun hanya 1.100 dari total seharusnya sebanyak 4.200 unit.
Pemeriksaan ulang kembali dilakukan dan saat itu menggunakan satelit. Tercatat, jumlah menara BTS yang benar-benar terbangun hanya 957 unit. Belum lagi, Mahfud juga menyinggung adanya biaya untuk konsultan yang diperkirakan mencapai Rp17 miliar, tetapi orangnya tidak ada. Kemudian, ia turut membahas kemungkinan mark up harga-harga kebutuhan pembangunan yang seharusnya dibanderol Rp5 juta, dinaikkan menjadi Rp15 juta.
Adapun kasus korupsi proyek penyediaan BTS dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI tentu membuat publik heboh. Seluruh proyek itu berada di kawasan terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) yakni Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
Tak hanya Johnny, Kejagung juga sudah menetapkan beberapa tersangka lain, salah satunya Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Anang Latif.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti