"Penyalahgunaan wewenang terjadi karena kewenangan yang besar tanpa ada kontrol dan pengawasan yang ketat dari lembaga yang bisa memastikan kewenangan tersebut dijalankan secara benar dan bertanggung jawab," kata Bambang.
Menurut Bambang tidak ada yang bisa diharapkan dari sistem pengawasan Polri kekinian.
"Pengawasan oleh internal Polri itu nonsens karena tidak menutup kemungkinan pengawasnya juga bagian dari yang terlibat dalam penyalah gunaan kewenangan. Dengan sistem yang ada sampai saat ini, tak usah berharap banyak untuk bisa menekan penyalahgunaan wewenang," katanya.
Apalagi, pengawasan eksternal yang bisa dilakukan oleh Kompolnas juga menurutnya terbatas.
"Secara ketatanegaraan, dalam UU 2/2002 Kompolnas adalah pengawas eksternal. Hanya saja dalam UU tsb, kewenangan yg diberikan pada Kompolnas juga sangat terbatas hanya memberi masukan. Makanya perlu revisi UU kepolisian, atau setidaknya political will dari pemerintah (presiden) untuk merasionalisasi kewenangan kepolisian," ungkapnya.
Adapun, upaya lain menurutnya yang bisa dilakukan Polri untuk menekan terjadinya praktik pemerasan yakni dengan memberikan sanksi tegas terhadap anggota yang terlibat. Tidak hanya secara etik, tapi juga pidana.
"Pemerasan dan pengancaman adalah tindak pidana. Bila ingin memberi efek jera, oknum pemeras harusnya diproses pidana dan bila terbukti harus disidang etik dgn merekomendasikan PTDH bagi yang bersangkutan," pungkasnya.