Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap materi pemeriksaan yang dilakukan terhadap Mario Dandy Satrio, tersangka penganiayaan terhadap remaja bernama David Ozora.
Dia diperiksa KPK sebagai saksi untuk ayahnya Rafael Alun Trisambodo, tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang dan gratifikasi. Pemeriksaan dilaksanakan di Polda Metro Jaya pada Senin (22/5/2023) kemarin.
Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri menyebut, Mario Dandy dicecar soal kepemilikan mobil mewah yang pernah dipamerkannya ke media sosial.
"Saksi hadir dan bersedia memberikan keterangannya dalam BAP yang kemudian didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan mobil mewah (Jeep Rubicon) yang pernah dipamerkan melalui akun media sosial milik yang bersangkutan," kata Ali lewat keterangannya, Selasa (23/5/2023).
Baca Juga: Surat Terbuka Keluarga David Ozora: Dear Polda Metro Jaya, Sebaiknya Mario Dandy Dibebaskan Saja...
Mobil Jeep Rubicon tersebut, juga kendaraan yang digunakan yang Mario untuk mendatangi David dan melakukan tindakan penganiayaan.
Belakangan juga terungkap, kepemilikian kendaraan tersebut menggunakan nama orang lain, yaitu Ahmad Saefudin, seorang cleaning service, beralamat di sebuah gang sempit kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Pada pemeriksaan sebelum berstatus sebagai tersangka, Rafael mengaku ke KPK, kendaraan itu dibelinya dari Ahmad Saefudin, kemudian dijual kembali ke kakaknya.
Jadi Tersangka TPPU dan Gratifikasi
Rafael Alun kembali ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Penetapan tersangka itu, berdasarkan hasil penyidikan gratifikasi yang sebelumnya menjerat Rafael Alun.
Baca Juga: Kesal dengan Polda Metro, Keluarga David Ozora: Kami Capek, Mario Dandy Dibebaskan Saja!
Rafael Alun diduga menyembunyikan hasil gratifikasinya selama menjabat sebagai pejabat pajak di Kementerian Keuangan. Kekinian aliran TPPU itu didalami KPK dengan menelusuri asetnya dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.
Ditetapkan tersangka Rafael Alun telah ditahan KPK sejak 3 April 2023 lalu. Dia awalnya diduga menerima gratifikasi senilai USD 90.000.
Aliran dana itu diterimanya lewat perusahaan PT Artha Mega Ekadhana (AME) yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi pajak.
Rafael disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.