Suara.com - Anggota DPR RI inisial BY buka suara usai namanya terseret kasus KDRT hingga dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Ia membeberkan kronologi versi dirinya.
Melalui kuasa hukumnya, Maharani Siti Sophia, BY mengungkapkan kronologis kasus KDRT yang kini membelitnya itu. Maharani mengatakan dalam kasus ini, BY justru merupakan korban dari MY, mantan istri yang kini telah diceraikan BY. Diketahui pernikahan siri keduanya telah berlangsung selama 9 bulan.
“Justru BY lah yang menjadi korban dari MY karena BY dan MY pernah menikah secara siri dan pernikahannya hanya berlangsung kurang lebih 9 bulan” kata Maharani dalam keterangan tertulis dikutip Selasa (23/5/2023).
Maharani membeberkan alasan BY menceraikan MY lantaran tidak tahan dengan sikap MY. MY disebut ingin menguasai BY secara moril dan materiil dengan cara menekan dan mengancam BY.
Baca Juga: Dilaporkan Dugaan KDRT, Anggota Fraksi PKS Inisial BY Mundur dari DPR
“Jadi tidak benar informasi yang beredar selama ini. Intinya BY justru menjadi korban dari MY, jadi jangan memutar balikkan fakta,” kata Maharani.
Maharani memandang, MY melakukan fitnah dan tuduhan. Sebabnya karena MY berharap bisa rujuk dengan BY.
“MY meminta rujuk. BY tetap menolak,” ujar Maharani.
Selama menjadi istri siri, kata Maharani, MY selalu menuntut dan mengancam. Apabila BY menceraikannya, maka MY akan memfitnahnya ke media dan melaporkan BY ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Hal itu dikatakan Maharani, berlangsung selama MY masih menjadi istri siri dari BY.
Diketahui pada Senin (22/5), MY melalui tim kuasa hukumnya telah melaporkan BY ke MKD DPR RI.
Baca Juga: Terungkap, Anggota DPR Inisial BY yang Dilaporkan Kasus KDRT dari Fraksi PKS
“BY dilaporkan ke MKD DPR RI hari ini dan itu terbukti sebagaimana ancaman yang akan dilakukan MY selama ini agar BY tidak meninggalkannya,” kata Maharani.
Maharani menegaskan tidak pernah ada laporan polisi terkait KDRT dan tidak ada proses hukum terkait KDRT yang dialamatkan kepada BY.
“Laporan polisi yang disampaikan MY hanya kasus penganiayaan ringan yakni Pasal 352 KUHP dan sampai saat ini masih proses penyelidikan,” jelas Maharani.
Maharani menerangkan bahwa jika laporan disampaikan ke polisi sejak November 2022 lalu dan sampai saat ini masih tahap penyelidikan menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang cukup adanya tindak pidana penganiayaan ringan yang dituduhkan kepada BY.
Maharani justru menduga pengakuan MY perihal adanya KDRT karena depersi atau trauma yang dialami MY jauh sebelum bertemu BY.
“Berdasarkan informasi yang saya terima, MY pernah mengalami trauma dan depresi akibat suami sebelumnya dan bahkan MY selama ini terdaftar sebagai pasien di RSKO Pasar Rebo akibat penyakit depresi yang dideritanya,” kata Maharani.
Sebelumnya, seorang anggota DPR RI, berinisial BY (57) diduga melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istri keduanya berinisial M (30).
Kuasa hukum korban, Srimiguna mengatakan, awalnya pernihakan korban dengan M dan BY berjalan harmonis. Bahkan sebelum menikah BY selalu menyatakan cinta kepada M.
Srimiguna menyatakan, dugaan KDRT yang menimpa M terjadi selama tahun 2022, dan terakhir dugaan kekerasan yang diterima M dari BY pada November 2022.
"Posisi korban seorang diri, sementara BY diduga melakukan kekerasan dengan diketahui istri pertamanya Ibu RKD dan anak-anaknya di antaranya FH. Padahal Pernikahan BY yang kedua ini juga di ketahui oleh istri pertama yang telah menerima suaminya menikah dengan korban," kata Srimiguna dalam siaran pers, Sabtu (20/5/2023).
Srimiguna mengatakan, atas KDRT yang diterima M di bulan November 2022, maka M melaporkan BY ke pihak kepolisian Polrestabes Kota Bandung.
Ia juga menyebut bahwa selama dipersunting oleh BY, M tidak hanya mengalami kekerasan fisik. Namun juga kekerasan seksual dan kekerasan psikis.
“Diduga BY sering menghina fisik dan membandingkan korban dengan perempuan lain. Bahkan kerap memaksa korban melakukan hubungan seksual tak wajar, hingga membuat korban mengalami sakit dan pendarahan,” ucapnya.
"Dari salah satu barang bukti, diketahui BY mengaku melakukan hubungan seksual meski korban telah mengalami pendarahan dan darah dilihat oleh BY, karena Hasrat seksual yang telah memuncak,” imbuhnya.
Srimiguna melanjutkan, selama mengarungi bahtera rumah tangga oada tahun 2022, BY diduga kerap melakukan KDRT dengan menonjok tubuh korban menggunakan tangan kosong.
"Bahkan menampar pipi dan bibir, menggigit tangan, mencekik leher, membanting, dan menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil. Akibat perbuatan itu, korban mengalami pendarahan,” katanya.
Srimiguna menyebut, setelah melakukan KDRT, BY sering membujuk M untuk tidak melaporkan peristiwa itu kepada polisi.
BY juga, lanjut Srimiguna, beberapakali melakukan upaya agar korban tidak melaporkan perbuatannya kepada polisi dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.
"Korban kemudian melakukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pada Desember 2022 dan sejak Januari 2023 korban resmi menjadi terlindung LPSK," imbuh Srimiguna.