Anggota DPR Pelaku KDRT Ternyata dari Fraksi PKS, BY Langsung Teken Surat Pengunduran Diri

Senin, 22 Mei 2023 | 21:25 WIB
Anggota DPR Pelaku KDRT Ternyata dari Fraksi PKS, BY Langsung Teken Surat Pengunduran Diri
Ilustrasi anggota DRP melakukan KDRT. (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota DPR inisial BY yang menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) diketahui merupakan anggota Fraksi PKS. Politikus berinisial BY itu sebelumnya menonjok hingga menendang istri keduanya yang sedang hamil.

Ketua DPP PKS Bidang Humas Ahmad Mabruri menegaskan bahwa urusan tersebut menjadi ranah pribadi.

“Kasus ini masalah pribadi BY dan bukan masalah partai,” kata Mabruri dalam keterangan pers, Senin (22/5/2023).

Mabruri mengatakan internal DPP PKS sedang melakukan proses penyelidikan terkait dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan BY.

Baca Juga: Istri Kedua Laporkan Anggota DPR dari PKS Atas Dugaan KDRT

Adapun BY saat ini telah menandatangani surat pengunduran diri sebagai Anggota DPR RI.

"DPP sedang menyiapkan yang bersangkutan agar dillakukan Penggantian Antar Waktu (PAW) dalam posisinya sebagai anggota DPR RI," kata Mabruri.

Mabruri menegaskan PKS tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran disiplin partai baik berupa dugaan pelanggaran etika maupun hukum.

Dilaporkan ke MKD

Sebelumnya Anggota DPR inisial BY dilaporkan Ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Sebabnya, BY diduga melalukan KDRT terhadap korban M yang merupakan istri kedua.

Baca Juga: Dugaan KDRT, Anggota DPR Dilaporkan ke MKD, Inisialnya B

Kuasa hukum korban, Srimiguna mengatakan korban sebelumnya sudah melaporkan kasus KDRT ke Polrestabes Bandung pada Nobember 2022, namun belum ditindaklanjuti dan mqsih tahap penyelidikan. Pada April tahun ini, tim kuasa hukum melakukan follow up.

"Supaya ditindaklanjuti dan segera ditindaklanjuti karena mengingat sudah lama 5 bulan lebih belum proses ke penyidikan. Kemudian alhamdulillah Mei, tanggal 9 Mei laporan tersebut dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri karena locus kejadiannya itu ada di tiga daerah, Depok, Bandung, dan Jakarta," kata Srimiguna usai membuat laporan di ruang MKD DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/5/2023).

Adapun pengaduan ke MKD merupakan upaya korbam dalam meminta keadilan. BY dilaporkan dengan dugaan pelanggaran kode etik.

"Hari ini kami lakukan pengaduan tersebut, masalah yang dialami karena itu adalah hal yang terkait dengan etika moral seorang anggota dewan yang seharusnya tidak dilakukan. Hari ini kami melaporkan dan laporan kami baru aja diterima, ini tadi baru diterima," kata Srimiguna.

Sementara itu untuk berkas-berkas pengadian, tim kuasa hukum melampirkan surat kuasa, tanda pengaduan ke Polres, identitas BY sebagai pelaku, surat nikah, hingga dokumen penarikan perkara dari Polrestabes Bandung ke Mabes Polri

"Itu yang kami sampaikan hari ini. Tapi bukti-bukti yang lain tentang visum, terus kemudian rekam medic, terus kemudian bukti-bukti adanya pemukulan-pemukulan, foto-foto, semuanya, nanti insyaallah akan kami sampaikan pada saat persidangan, klien kami pada waktunya akan menyampaikan pada saat persidangan," kata Srimiguna.

Tim kuasa hukum berharap MKD daapt segera memproses aduan mereka terhadap BY secara terbuka.

"Intinya bahwa kami minta supaya MKD melakukan proses persidangan dengan tujuan semuanya terbuka, klien kami hadir bisa menceritakan apa permasalahannya. Tentang keputusan itu terserah kepada MKD. Intinya kami ya perlu keadilan medapatkan keadilan bagi klien kami," ujarnya.

Di sisi lain, tim kuasa hukum masih merahaisakam siapa sosok anggota dewan yang menjadi pelaku KDRT. Srimiguna sebatas menegaskam nama inisial, tanpa menyebutkan fraksi dan komisi di mana pelaku bertugas sebagai anggota DPR.

"Inisial ya hanya B. kami komisi tidak menyebutkan namanya juga tidak menyebutkan karena itu adalah sesuatu hal yang tidak boleh kami buka. Itu rahasia kami. Kami hanya menyampaikan laporan ke MKD. Jadi teman-temaj sabar menunggu nanti ada saatnya siapa itu yang sebenarnya," kata Srimiguna.

Kronologi KDRT

Seorang anggota DPR RI, berinisial BY (57) diduga melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istri mudanya berinisial M (30).

Kuasa hukum korban, Srimiguna mengatakan, awalnya pernihakan korban dengan M dan BY berjalan harmonis. Bahkan sebelum menikah BY selalu menyatakan cinta kepada M.

Srimiguna menyatakan, dugaan KDRT yang menimpa M terjadi selama tahun 2022, dan terakhir dugaan kekerasan yang diterima M dari BY pada November 2022.

"Posisi korban seorang diri, sementara BY diduga melakukan kekerasan dengan diketahui istri pertamanya Ibu RKD dan anak-anaknya di antaranya FH. Padahal Pernikahan BY yang kedua ini juga di ketahui oleh istri pertama yang telah menerima suaminya menikah dengan korban," kata Srimiguna dalam siaran pers, Sabtu (20/5/2023).

Srimiguna mengatakan, atas KDRT yang diterima M di bulan November 2022, maka M melaporkan BY ke pihak kepolisian Polrestabes Kota Bandung.

Ia juga menyebut bahwa selama dipersunting oleh BY, M tidak hanya mengalami kekerasan fisik. Namun juga kekerasan seksual dan kekerasan psikis.

“Diduga BY sering menghina fisik dan membandingkan korban dengan perempuan lain. Bahkan kerap memaksa korban melakukan hubungan seksual tak wajar, hingga membuat korban mengalami sakit dan pendarahan,” ucapnya.

"Dari salah satu barang bukti, diketahui BY mengaku melakukan hubungan seksual meski korban telah mengalami pendarahan dan darah dilihat oleh BY, karena Hasrat seksual yang telah memuncak,” imbuhnya.

Srimiguna melanjutkan, selama mengarungi bahtera rumah tangga pada tahun 2022, BY diduga kerap melakukan KDRT dengan menonjok tubuh korban menggunakan tangan kosong.

"Bahkan menampar pipi dan bibir, menggigit tangan, mencekik leher, membanting, dan menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil. Akibat perbuatan itu, korban mengalami pendarahan,” katanya.

Srimiguna menyebut, setelah melakukan KDRT, BY sering membujuk M untuk tidak melaporkan peristiwa itu kepada polisi.

BY juga, lanjut Srimiguna, beberapakali melakukan upaya agar korban tidak melaporkan perbuatannya kepada polisi dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.

"Korban kemudian melakukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pada Desember 2022 dan sejak Januari 2023 korban resmi menjadi terlindung LPSK," tutup Srimiguna.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI