Suara.com - Wacana Revisi UU TNI hingga kini disambut dengan pro dan kontra di tengah-tengah publik. Adapun kini publik menuangkan keresahan mereka terhadap wacana itu.
Publik kini dibuat riuh atas wacana Revisi UU TNI lantaran khawatir Dwifungsi ABRI yang menghantui demokrasi di masa Orde Baru kini kembali 'bangkit dari kuburnya' di masa Pascareformasi jika wacana itu terealisasi.
Sayangnya, kini sang Presiden RI Joko Widodo enggan berkata banyak terhadap wacana tersebut. Presiden berdalih bahwa wacana tersebut masih digodok sehingga ia tak perlu menanggapi secara mendalam terkait Revisi UU TNI.
Adapun berikut sederet pro kontra Revisi UU TNI beserta respon dari Presiden yang emoh menanggapi banyak terkait wacana itu.
Publik takut Dwifungsi ABRI 'bangkit dari kubur'
Salah satu pihak yang mengkaji Dwifungsi ABRI akan bangkit berkat revisi UU tersebut adalah Ketua Centra Initiative Al Araf.
Araf mensinyalir bahwa rezim Orde Baru akan kembali menunjukkan dirinya di era Reformasi ketika Revisi UU TNI akhirnya diimplementasikan.
Pasalnya, Revisi UU TNI memberikan ruang bagi para prajurit dan petinggi militer untuk berpolitik dan mengisi jabatan yang seharusnya diemban oleh warga sipil.
Araf turut menegaskan bahwa TNI tidak bisa sekaligus menjadi seorang negarawan dan dituntut oleh profesionalisme sebagai seorang penjaga pertahanan negara.
Baca Juga: Dianggap Absurd! Demokrat Kritik Pidato Jokowi soal Pemimpin: Pemberani Model Apa?
Lebih lanjut Araf menilai bahwa wacana yang mencuat ini menandakan kemunduran jalannya reformasi dan proses demokrasi tahun 1998 di Indonesia yang telah menempatkan militer di koridor yang sesungguhnya yakni sebagai alat pertahanan negara.