Suara.com - Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani menyebut sejumlah 25 warga negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar dipekerjakan di perusahaan scam online dengan penjagaan ketat petugas bersenjata.
Selain itu, korban juga kerap disiksa jika tidak memenuhi target perusahaan.
"Korban dipekerjakan di perusahaan online scam milik Warga Negara China kemudian ditempatkan di salah satu tempat tertutup dan dijaga oleh orang-orang bersenjata," kata Djuhandhani di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa (16/5/2023).
Setiap harinya, korban bekerja selama 18 jam. Mereka ditugaskan mencari calon korban scamming di media sosial seperti Facebook, Instagram dan Twitter.
"Manakala para korban tidak mencapai target yang ditargetkan oleh perusahaan ini mereka akan diberikan sanksi berupa potongan gaji. Termasuk tindakan dan kekerasan fisik berupa dijemur, squat jump dan lain-lain bahkan ada yang menerima pemukulan, disetrum, dan dikurung," ungkap Djuhandhani.
Padahal, lanjut Djuhandhani, korban awalnya ditawarkan bekerja sebagai marketing operator online dengan gaji mencapai Rp 15 juta per bulan. Iming-iming tersebut yang kemudian membuat korban tertarik.
"Para korban awalnya dijanjikan sebagai marketing operator online dengan gaji antara 12 juta sampai 15 juta dan ada komisi apabila mencapai target," jelas Djuhandhani.
Dipulangkan ke Indonesia
Sebagaimana diketahui jumlah WNI korban TPPO di Myanmar bertambah menjadi 25 orang dari data sebelumnya yang disebut hanya 20 orang. Djuhandhani menjelaskan, lima korban tambahan tersebut lebih awal berhasil melarikan diri dari lokasi penyekapan.
Baca Juga: Modus Anita dan Andri Rekrut Belasan WNI Korban TPPO di Myanmar, Diiming-imingi Gaji Rp 15 Juta
Dari 25 korban, 16 di antaranya direkrut oleh tersangka Andri dan Anita. Sedangkan sembilan lainnya direkrut oleh seseorang berinisial ER yang kekinian berstatus buron.