Suara.com - Habib Bahar bin Smith mengaku ditembak oleh orang tak dikenal pada Jumat (12/5/23).
Penembakan tersebut berlangsung ketika Habib Bahar bin Smith mengendarai mobil yang diikuti dua sepeda motor. Habib Bahar bin Smith disebut mengalami luka tembak di bagian perutnya.
Atas peristiwa tersebut, Habib Bahar bin Smith melaporkannya ke Polda Jabar. Berkenaan dengan kejadian penembakan tersebut, apakah kepemilikan dan penggunaan senjata api bisa sedemikian bebasnya?
Dasar Hukum Kepemilikan Senjata Api
Baca Juga: Denny Siregar Bikin Polling soal Penembakan Habib Bahar, Begini Reaksi Netizen
Kepemilikan senjata api diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api serta UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonantie Tijdelijke Bijzondere Strafbepalingen (Staatsblad. 1948 No.17).
Kemudian prosedur kepemilikan senjata api terdapat pada Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamanan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/POLRI.
Selain itu, ada pula kepemilikan senjata api yang bertujuan untuk kepentingan olahraga. Hal ini diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga. Kepentingan olahraga itu seperti menembak sasaran atau target, menembak reaksi, dan berburu.
Kategori Pihak yang Boleh Memiliki Senjata Api
Terdapat kategori perorangan atau pejabat yang boleh memiliki senjata api. Pihak yang termasuk dalam kategori tersebut yakni pejabat pemerintah, pejabat swasta, pejabat TNI/Polri, dan Purnawirawan Polri/TNI.
Syarat Pemilik Senjata Api
Syarat memiliki senjata api yakni mampu dan terampil menembak minimal kelas II. Kemampuan dan keterampilan ini dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pelatihan menembak yang memperoleh izin dari Polri.
Selain itu, pihak tersebut juga memiliki kemampuan dan keterampilan dalam merawat, menyimpan, dan mengamankannya. Tujuannya yakni agar tidak berbahaya dan tidak disalahgunakan. Adapun syarat lainnya yakni memenuhi persyaratan kondisi psikologis dan medis.
Dalam UU No. 8/1948, kepemilikan senjata api oleh orang yang bukan TNI maupun polisi wajib didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Daerah. Selain itu, orang tersebut juga wajib memiliki surat izin pemakaian senjata api sesuai contoh yang ditetapkan.
Kemudian, untuk kegiatan ekspor, impor, penjualan, pemilikan, produksi, penggunaan, pemuatan, penguasaan, pembongkaran, penghibahan, pengangkutan, peminjaman, dan pemusnahan senjata api standar militer beserta amunisinya wajib memperoleh izin menteri.
Berdasarkan penjelasan di atas, kepemilikan senjata api untuk warga sipil seharusnya hanya diperbolehkan untuk olahraga saja. Namun senjata tersebut wajib disimpan dan dikontrol oleh pemerintah. Artinya, tidak ada pengaturan khusus terkait penyimpanan senjata api untuk melindungi diri.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma