Suara.com - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, mengatakan, bahwa geopolitik akan menjadi variabel yang penting untuk membangun masa depan Indonesia, khususnya di bidang pertahanan.
Maka dalam visi misi Ganjar Pranowo sebagai capres yang diusung partainya, pemahaman geopolitik akan betul-betul dikedepankan.
"Kami saat ini sedang merancang visi misi calon presiden, Ganjar Pranowo, di mana fungsi diplomasi luar negeri dan pertahanan harus jadi satu," kata Hasto dalam keterangannya, Jumat (12/5/2023).
Sementara itu, dalam kapasitasnya sebagai Doktor Ilmu Pertahanan, Hasto memberi kuliah umum kepada siswa Pendidikan Reguler Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) TNI Angkatan ke-61 di Jakarta Selatan.
Baca Juga: Ingin Budi Gunawan Jadi Cawapres Ganjar, Relawan Begawan Sampai Sowan ke Ulama Pagi Buta
Ia memotivasi para perwira muda TNI agar membangun kultur untuk berani berimajinasi dan mengeluarkan ide tentang bagaimana merancang pertahanan negara Indonesia masa depan, sehingga benar-benar menjadi terkuat di dunia.
Hasto mengajak para perwira itu untuk mengambil inspirasi dari aplikasi teori geopolitik Soekarno, yang menjadi topik disertasi doktoralnya di Unhan.
Namub sebelum itu, terlebih dahulu Hasto memaparkan, mengenai teori tersebut. Intinya, pemikiran geopolitik Soekarno itu didasarkan pada ideologi Pancasila; bertujuan membangun tata dunia baru; berdasarkan prinsip bahwa dunia akan damai apabila bebas dari imperialisme dan kolonialisme; pentingnya menggalang solidaritas bangsa berdasarkan prinsip koeksistensi damai (peaceful coexistence); serta berorientasi pada struktur dunia yang demokratis, sederajat dan berkeadilan.
Ada tujuh variabel geopolitik Soekarno, yaitu demografi, teritorial, sumber daya alam, militer, politik, ko-eksistensi damai serta sains dan teknologi.
Dari ketujuh itu, dua variabel yang paling mempengaruhi adalah politik dan diplomasi internasional, serta variabel ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Baca Juga: Pesan Gus Muwafiq untuk Ganjar: Tetap Merakyat dan Sederhana
Hasto lantas memaparkan bagaimana 7 instrument of national power tersebut harus disimulasikan menjadi power. Hasto pun memberi beberapa contoh aplikasinya. Salah satunya adalah bagaimana geopolitik digunakan oleh pemerintahan Presiden Soekarno untuk membebaskan Irian Barat.
"Apa modalnya? Hanya hospitality kepada para negara peserta. Dengan berhasilnya KAA, legitimasi internasional Indonesia menjadi menguat. Kita dapat dukungan Asia Afrika. Sehabis itu, dikeluarkan deklarasi Djuanda yang menaikkan wilayah kita 2,5 kali lipat tanpa perang," tuturnya.
"Inilah kekuatan imajinasi dan ide. Maka TNI sekarang juga harus berani berimajinasi menjabarkan pemikiran Bung Karno agar Indonesia memiliki kekuatan pertahanan terkuat di Samudera Hindia sehingga bisa menjadi pintu gerbang masa depan dunia di Pasifik. Jangan berpikir punya uang atau tidak. Kuncinya ide, imajinasi, dan strategi serta mengambil prakarsa keterlibatan Indonesia di percaturan global sambil mengembangan penguasaan iptek," sambungnya.
Lebih lanjut Hasto menegaskan bahwa setelah KAA, Indonesia aktif di Gerakan Non Blok dan berbagai even internasional lain yang semakin memperkuat pengaruh Indonesia. Dan Indonesia menggunakan pengaruh itu untuk memperkuat pertahanan negara serta mengirimkan para pemuda Indonesia ke luar negeri.
Lebih lanjut, ia mengajak para perwira itu untuk memikirkan soal beberapa variabel kekuatan Indonesia terkini, dikaitkan dengan rancang bangun pertahanan Indonesia ke depan.
Yakni kekuatan demografi; tata ruang geopolitik Indonesia; Sumber Daya Alam; komoditas strategis; kekuatan maritim dan potensinya serta bargaining Indonesia di dalam menjaga keseimbangan iklim global.
"Semua itu harusnya disimulasikan menjadi power kita," katanya.