Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Keuangan PT Amarta Karya (AK), Trisna Sutisna (TS), dalam perkara korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya tahun 2018 sampai 2022.
Trisna ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Utama PT Amarta Karya, Catur Prabowo (CP).
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka TS (Trisna)," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Dia ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 11 Mei hingga 30 Mei 2023 di Rumah Tahanan KPK di Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara.
Baca Juga: CEK FAKTA: Presiden Jokowi Tak Bisa Mengelak, KPK Temukan Uang Hasil Korupsi, Benarkah?
Tanak mengungkap kronologi dugaan korupsi yang menjerat Trisna dan Catur. Kasus ini berawal saat keduanya diangkat menjadi Direktur Utama PT Amarta Karya dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya.
"Sekitar tahun 2017, tersangka CP memerintahkan tersangka TS dan pejabat di bagian akuntansi PT AK Persero mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi tersangka CP," kata Tanak.
Guna merealisasikan perintah itu, sumber uang yang diambil berasal dari pembayaran proyek fiktif yang dikerjakan PT Amarta Karya. Selanjutnya Trisna bersama sejumlah staf mendirikan dan mencari usaha berbentuk CV.
"Yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT AK Persero tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya (fiktif)," kata Tanak.
Pada 2018, badan usaha berbentuk CV tersebut berdiri sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal tersebut sepengetahuan Trisna dan Catur.
Baca Juga: CEK FAKTA: Diperiksa KPK, Kadinkes Lampung Reihana Wijayanto Resmi Dimiskinkan
"Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Tersangka CP selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani tersangka TS," jelas Tanak.
"Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP," sambung Tanak.
Disebutkan, terdapat 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang diduga fiktif, di antaranya pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta, dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjajajran.
"Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 46 miliar," kata Tanak.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait Catur yang belum dilakukan penahanan, Tanak meminta yang bersangkutan untuk kooperatif pada pemanggilan penyidik KPK selanjutnya.
"KPK mengingatkan tersangka CP agar hadir penjadwalan pemanggilan berikutnya dari tim penyidik," tegas Tanak.