Suara.com - Mabes TNI tengah menggodok rencana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Namun, draf revisi tersebut baru dibahas di internal Mabes TNI yang artinya masih sebatas usulan yang belum disampaikan kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) kemudian diteruskan ke DPR.
Usulan revisi UU TNI itu menuai kontroversi publik karena dikhawatirkan dapat menjadi awal kembalinya dwifungsi ABRI. Apalagi dalam salah satu usulan itu ada penambahan 8 kementerian dan lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit aktif. Padahal semula sudah ada 10 kementerian dan lembaga. Simak pasal UU TNI yang diusulkan untuk diubah berikut ini.
Deretan Pasal yang Diusulkan Diubah Dalam Revisi UU TNI
1. Pasal 3
Baca Juga: PDIP Calonkan Belasan Jenderal TNI-Polri Untuk Pileg 2024, Ini Nama-namanya
Dalam pasal 3 ayat 1, dijelaskan bahwa dalam pergerakan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Namun kemudian usulan revisinya diubah menjadi TNI adalah alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara yang berkedudukan di bawah Presiden. Selain itu Pasal 3 ayat 2 ditambahkan "dalam hal dukungan, anggaran TNI berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan".
2. Pasal 7
Berikutnya, ada Pasal 7 ayat 2 yang ditambahkan terkait tugas pokok TNI yang juga melaksanakan diplomasi militer dan perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri. Selain itu, ada tambahan tugas pokok TNI untuk mendukung pemerintah dalam upaya menanggulangi ancaman siber.
3. Pasal 9
Kemudian ada Pasal 9 butir b yang mengatur tentang tugas TNI AL. Dalam pasal ini, tertuang tentang TNI AL yang bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Baca Juga: Kontroversi Usulan Revisi UU TNI, Prajurit Aktif Bisa Duduki Lebih Banyak Jabatan Sipil
Namun, kemudian usulan revisinya menjelaskan bahwa tugas TNI AL adalah menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut sesuai dan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional.
4. Pasal 10
Berikutnya Pasal 10 butir b berbunyi, "TNI AU bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi".
Kemudian pasal ini direvisi menjadi "menegakkan hukum dan menjaga keamanan di ruang udara sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum".
5. Pasal 13
Pasal 13 ayat 1 berbunyi, "TNI dipimpin oleh seorang Panglima" yang diusulkan diubah menjadi "TNI dipimpin oleh seorang Panglima berpangkat perwira tinggi bintang empat yang berada di bawah presiden". Kemudian Pasal 13 ayat 3 diubah menjadi "Panglima dibantu oleh seorang wakil panglima berpangkat perwira tinggi bintang empat".
Selanjutnya, pasal 13 ayat 4 berbunyi "jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan". Pasal ini direvisi menjadi "jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan dan/atau wakil panglima".
6. Pasal 15
Pasal 15 ayat 10 mengatur terkait penggunaan komponen pendukung yang telah disiapkan bagi kepenting operasi militer. Namun, pasal ini diusulkan untuk direvisi dengan penjelasan bahwa menggunakan dan mengembalikan komponen cadangan setelah dimobilisasi dan demobilisasi bagi kepentingan operasi militer.
7. Pasal 47
Dalam Pasal 47, prajurit TNI saat ini dapat menduduki jabatan di 10 kementerian dan lembaga, yakni Kemenko Polhukam, Kemenhan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, Badan Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung.
Namun dengan usulan perubahan UU, wewenang prajurit TNI aktif lebih luas dengan 8 tambahan kementerian dan lembaga. Kedelapan kementerian itu adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Selain itu ada juga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pengamanan Perbatasan, Badan Keamanan Laut, Kejaksaan Agung dan kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden.
8. Pasal 53
Pasal 53 menerangkan tentang prajurit yang melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama. Namun, pasal ini diusulkan untuk ditambah menjadi dinas keprajuritan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang hingga usia 60 tahun untuk prajurit yang memiliki kemampuan, kompetensi, dan keahlian khusus.
9. Pasal 55
Pasal 55 ayat 1 ditambah dengan keterangan bahwa prajurit diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan karena "meninggal dunia biasa". Meninggal dunia biasa artinya meninggal dunia karena sebab tertentu, bukan sedang menjalankan tugas atau bukan karena hubungan dengan pelaksanaan dinas.
10. Pasal 65
Pasal 65 ayat 2 mengatur tentang prajurit yang tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang. Usulan revisinya menjadi prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan hukum pidana umum.
Selain itu, dalam Pasal 65 ditambah dengan prajurit yang terbukti melakukan tindak pidana militer dan tindak pidana umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum, tetap menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Militer.
11. Pasal 66
Pasal 66 ayat 1 mengatur tentang TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Namun usulan revisinya menjadi TNI dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Selanjutnya Pasal 66 ayat 2 tentang "keperluan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Departemen Pertahanan". Usulan perubahannya menjadi "keperluan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke Kementerian Keuangan berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan".
12. Pasal 67
Pasal 67 menjelaskan bahwa dalam pemenuhan anggaran TNI, Panglima mengajukan pada Menteri Pertahan. Namun kemudian revisinya diubah menjadi Panglima mengajukan pada Menteri Keuangan.
Kontributor : Trias Rohmadoni