Suara.com - Usulan perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang tengah digodok Markas Besar TNI ternyata menuai kontroversi. Hal itu karena wacana perubahan aturan itu dinilai dapat membuat kembalinya Dwifungsi ABRI di tubuh TNI. Salah satunya adalah usulan penambahan 8 kementerian dan lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit aktif.
Semula, prajurit aktif dapat menduduki setidaknya 10 kementerian dan lembaga sebagaimana tertuang dalam Pasal 47 Ayat 2 UU TNI. Jika usulan tersebut terealisasi, maka ada total 18 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif di masa mendatang. Simak kontroversi usulan revisi UU TNI berikut ini.
18 Kementerian dan Lembaga
Berdasarkan Pasal 47 Ayat 2 UU TNI, ada 10 kementerian dan lembaga yang dapat diduduki prajurit aktif antara lain:
1. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam)
2. Kementerian Pertahanan (Kemenhan)
3. Sekretaris Militer Presiden
4. Intelijen Negara
5. Sandi Negara
6. Lembaga Ketahanan Nasional
7. Dewan Pertahanan Nasional
8. Search and Rescue (SAR) Nasional
9. Narkotik Nasional
10. Mahkamah Agung.
Sementara itu dalam dokumen usulan TNI ada tambahan 8 kementerian dan lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit aktif antara lain:
11. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
12. Kementerian Kelautan dan Perikanan
13. Staf Kepresidenan
14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
15. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
16. Badan Nasional Pengamanan Perbatasan
17. Kejaksaan Agung
18. Kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga serta keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden
Kembalinya Dwifungsi ABRI?
Di sisi lain, perluasan jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif itu dianggap dapat membuka ruang kembalinya Dwifungsi ABRI. Hal itu tentu tidak sesuai dengan fungsi dan tugas utama militer yang pada dasarnya sebagai alat pertahanan negara.
"Hal ini jadi kemunduran reformasi dan proses demokrasi tahun 1998 yang telah menempatkan militer sebagai alat pertahanan negara," ujar Ketua Centra Initiative Al Araf dalam siaran pers pada Selasa (9/5/2023).
Araf menilai bahwa militer dididik dan dilatih kemudian dipersiapan untuk perang, bukan menduduki jabatan-jabatan sipil. Atas dasar itu penempatan militer di luar fungsi sebagai alat pertahanan negara dapat memperlemah profesionalisme militer itu sendiri.
Masih Sebatas Usulan
Wacana usulan perubahan UU TNI itu baru dibahas di internal Mabes TNI. Dengan begitu wacana perubahan aturan itu masih sebatas usulan yang belum disampaikan pada Kementerian Pertahanan yang nanti akan diteruskan ke DPR.
"Paparan itu baru konsep internal, belum di-approved Panglima TNI," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono pada Selasa (9/5/2023) malam.
Julius mengungkap alasan yang mendasari usulan perubahan UU TNI tersebut. Dia mengatakan saat ini banyak prajurit TNI aktif yang punya wawasan tentang kepentingan nasional dan keahlian yang dibutuhkan oleh kementerian atau lembaga.
"Prajurit TNI aktif yang masuk kementerian itu mereka yang punya keahlian, jadi tak sekadar memasukan prajurit aktif TNI ke jabatan-jabatan sipil," ungkap Julius.
Kontributor : Trias Rohmadoni