Suara.com - Langkah Presiden Jokowi mengumpulkan ketua umum partai politik koalisi pemerintah di Istana Negara beberapa waktu lalu mendapatkan beragam reaksi dari sejumlah tokoh politik di Indonesia.
Setelah kritikan datang dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan agar Jokowi tidak ikut campur dalam urusan Pilpres 2024, kini muncul lagi satu pernyataan keras.
Pernyataan itu datang dari Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman. Melalui akun Twitternya @BennyHarmanID, ia menyebut Jokowi telah mengumandangkan perang jika tidak netral di Pilpres 2024.
"Jika benar Presiden tidak netral dalam Pilpres dan Pileg, apalagi menjadikan Istana Presiden markas tim sukses Capres tertentu, maka Presiden Jokowi sebenarnya lagi mengumandangkan perang, perang semesta melawan rakyatnya sendiri," kata Benny dalam cuitannya pada Senin (8/5/2023).
Baca Juga: Pertemuan Paloh dan Luhut Tunjukkan Merenggangnya Hubungan Jokowi dan NasDem
Pernyataan keras itu cukup kontroversial karena dianggap menuding Presiden Jokowi akan mengumandangkan perang.
Namun, ternyata bukan kali ini saja Benny K Harman melontarkan pernyataan yang kontroversial. Apa saja kontroversi yang pernah dibuat Benny? Berikut ulasannya.
Minta Kapolri dinonaktifkan
Ketika sedang ramai kasus pembunuhan berencana terhadap Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pertengahan 2022 lalu, Benny K Harman pernah mengusulkan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinonaktifkan.
Usulan itu dilontarkan Benny dalam Rapat Komisi III DPR RI dengan Menkopolhukam Mahfud MD Agustus 2022 lalu.
Baca Juga: Bertemu PM Malaysia, Jokowi Tekankan Optimalisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Benny beralasan, melalui kasus pembunuhan yang diotaki oleh Ferdy Sambo itu, publik telah dibohongi oleh kepolisian.
"Jadi publik dibohongi oleh polisi, maka mestinya Kapolri diberhentikan, sementara diambil alih oleh Menko Polhukam, untuk menangani kasus ini supaya objektif dan transparan," ujar Benny ketika itu.
Tolak Satgasus transaksi mencurigakan Kemenkeu
Ketika marak dugaan adanya transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan sebesar Rp349 triliun, Menkopolhukam membentuk satuan tugas khusus (satgasus) untuk membongkar dugaan tersebut.
Namun, Benny K Harman malah menolak pembentukan satgasus tersebut karena anggotanya diisi oleh orang-orang yang berasal dari internal Kementerian Keuangan.
Menurut dia, mereka tidak akan bisa bekerja dengan maksimal karena anggota satgasus tersebut berasal dari lembaga yang bermasalah itu.
“Bagi saya ini bagian dari agenda untuk close (menutup) kasus ini secara halus,” ujar Benny.
Sebut ada yang ingin lengserkan Sri Mulyani
Benny K Harman pernah menyebut kalau ada pihak-pihak yang ingin melengeserkan Menkeu Sri Mulyani melalui isu transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan sebesar Rp349 triliun.
Hal itu ia ungkapkan Dalam rapat Dengar Pendapat antara Menko Polhukam dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (29/3/2023) lalu.
Melalui pernyataan itu, Benny seakan ingin menyasar Mahfud MD sebagai pihak yang ingin melengserkan Sri Mulyani, sebab Menkopolhukam itulah yang pertama kali mengungkapkan adanya dugaan transaksi mencurigakan itu.
Diduga aniaya karyawan restoran
Pada Mei 2022 lalu, Benny K Harman pernah jadi perbincangan publik karena diduga telah menganiaya seorang karyawan restoran di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Penganiayaan itu diduga terjadi karena Benny tak terima ketika dipersilakan keluar dari ruangan yang telah dipesan oleh pelanggan lain.
Ia lantas meminta bertemu dengan manajer restoran tersebut, namun gagal karena si manajer sedang tak ada di tempat. Sudah kadung kesal, Benny akhirnya mendorong wajah pelayan tersebut.
Kaitkan Perppu Cipta Kerja dengan rezim Jokowi
Awal Januari 2023 lalu, Benny K Harman berkicau melalui akun Twitternya. Ia angkat suara mengenai Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi.
Ia lantas menyebut terbitnya perppu tersebut merupakan indikasi jika pemerintahan Jokowi tidak ingin dikoreksi.
Lebih lanjut ia menyebut Jokowi menjadikan hukum sebagai alat untuk mengemankan kepentingan golongannya saja dan membungkam suara rakyat.
“Padahal MK itu lahir sebagai perkakas rakyat untuk mengoreksi penguasa,” tandasnya.
Kontributor : Damayanti Kahyangan