Suara.com - Masyarakat adat dari Suku Aywu yang berasal dari Boven Digoel, Papua Selatan mendatangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Selasa (9/5/2023) sore.
Kedatangan mereka dalam rangka melaporkan perusahaan sawit yang telah merusak hutan adat di wilayahnya.
"Hak-hak kami yang dilanggar dan dirampas oleh perkebunan sawit di wilayah kami," ujar perwakilan masyarakat adat Suku Awyu Hendrikus Franky di Komnas HAM, Selasa (8/5/2023).
Hendrikus menuturkan, sebelum adanya perusahaan sawit, hidup suku Awyu sudah tenang. Namun kemudian keberadaan perusahaan sawit di hutan adat mereka malah menimbulkan percikan konflik antarsesama penduduk asli.
Baca Juga: Polresta Denpasar Minta Mahasiswa Papua di Bali Ikut Jaga Ketentraman Jelang KTT ASEAN
"Kami masyarakat adat Awyy itu dulu kami hidup aman dan damai, tapi dengan kehadiran investasi dan investor, kami di sana itu hampir mau timbul konflik, itu ada dua kubu, baik itu pro maupun kontra," sebutnya.
Oleh sebab itu, Hendriku dan kawan-kawan mendatangi Komnas HAM untuk membuat aduan. Dia berharap Komnas HAM dapat memerhatikan masalah ini dan pada akhirnya izin perushaan dicabut.
"Kami di sini datang ke Komnas HAM agar izin itu dicabut. Kami tidak menolak pembangunan, yang kami minta adalah tolong hargai kami sebagai pemilik ulayat adat," jelas Hendrikus.
Setidaknya ada 39.190 hektare lahan yang diserobot perusahaan sawit di hutan adat bagi Hendrikus, hal itu hanya akan membawa petaka bagi suku asli Boven Digoel.
"Di sini kami mau sampaikan bahwa hutan adat adalah bagian tak terpisah dari kami masyarakat hukum adat. Hutan adat adalah rekening abadi bagi kami," ujar Hendrikus.