Suara.com - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin akhirnya ditangkap oleh Bareskrim Polri dan telah tiba di Jakarta pada Minggu, (30/04/2023). Penangkapan Andi Pangerang ini berkaitan dengan kasus ujaran kebencian yang dilakukan olehnya.
Andi Pangerang Hasanuddin ini sendiri diketahui menyebarkan ujaran kebencian dengan kata-kata "pembunuhan" kepada para anggota Muhammadiyah pasca penentuan 1 Syawal 1444 H yang berbeda antara Muhammadiyah dan pemerintah pusat. Hal ini yang akhirnya membuat Andi dilaporkan oleh Pengurus Muhammadiyah ke Bareskrim Polri.
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Simak inilah rekam jejak kasus Andi Pangerang Hasanuddin selengkapnya.
Kasus ujaran kebencian ini diawali saat salah satu peneliti BRIN lainnya, Prof. Thomas Djamaluddin mengunggah cuitannya dengan tulisan, "Kalian (anggota) Muhammadiyah, meski masih jadi saudara seiman untuk kami, rekan diskusi lintas keilmuan tapi kalian sudah kami anggap sebagai musuh bersama dalam hal anti-TBC (takhayul, bidah, churofat) dan keilmuan progresif yang masih egosektoral." tulis Prof. Thomas yang mengomentari soal perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 H. Cuitan tersebut pun menjadi viral karena dianggap sebagai ujaran kebencian dari seorang akademisi sekaligus peneliti lembaga penelitian terbesar di Indonesia.
Baca Juga: Peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin Jadi Tersangka, Terancam 6 Tahun Penjara
Tak hanya Thomas, Andi Pangerang ikut menuliskan kalimat ujaran kebencian dengan kata kata "pembunuhan". Ia bahkan menyebutkan Muhammadiyah disusupi oleh paham tertentu dan mengancam akan membunuh anggota Muhammadiyah.
"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian" tulis Andi di kolom komentar unggahan Prof. Thomas pada Minggu, (23/04/2023) lalu.
Komentar Andi ini pun diketahui oleh Rektor Muhammadiyah Jakarta, Ma'mun Murod. Tak terima dengan pernyataan Andi, Ma'mun pun lantas mengunggah tangkapan layar komentar Andi di unggahan Prof. Thomas tersebut di Twitternya @mamunmurod_. Ia pun menandai para petinggi negara dan mempertanyakan kredibilitas para peneliti BRIN yang menyebarkan ujaran kebencian ini.
"Pak Presiden @jokowi Prof. @mohmahfudmd , Pak Kapolri @ListyoSigitP @DivHumas_Polri , Gus Menag @YaqutCQoumas , Kepala @brin_indonesia bagaimana dengan ini semua? Kok main main ancam bunuh? BRIN sebagai lembaga riset harusnya diisi dengan mereka yang menampakkan keintelektualannya, bukan justru seperti preman." tulis Ma'mun.
Pernyataan yang ditulis oleh Andi ini semakin tersebar luas dan menyebabkan banyak pihak mengecam pernyataan Andi. Para pengurus Muhammadiyah Jombang, Jawa Timur pun akhirnya bergerak melaporkan Andi ke Polres Jombang atas ujaran kebencian yang ia sebarkan di media sosial.
Tak hanya ke Polres Jombang, Andi pun juga dilaporkan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah ke Bareskrim Polri dengan nomor laporan yang terdaftar LP/B/76/IV/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 25 April 2023.
Andi pun sempat dipanggil ke Polres Jombang, Jawa Timur pada Selasa, (25/04/2023) untuk dilakukan pemeriksaan. Andi pun menghadiri pemeriksaan tersebut dengan kooperatif.
Pemeriksaan Andi ini pun ternyata membuahkan hasil baru. Setelah sebelumnya diperiksa sebagai saksi, Bareskrim Polri pun secara resmi menyatakan Andi ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian. Pihak Bareskrim pun menangkap Andi saat berada di kosnya di Jombang, Jawa Timur pada Minggu, (30/04/2023) kemarin dan langsung memboyong Andi ke Jakarta. Pihak Bareskrim yang membawa Andi pun tampak sampai di Bandara Soekarno Hatta pada Minggu, (30/04/2023) sekitar pukul 21.00 WIB.
Pihak Bareskrim pun hanya mengungkap bahwa pemeriksaan akan dilakukan hari ini Senin, (01/05/2023) dan press release juga akan digelar pada pukul 11.00 WIB di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kontributor : Dea Nabila