Suara.com - Pada Sabtu (22/4/2023), Kuwait mulai meluncurkan operasi darurat untuk mengevakuasi warganya dari Sudan.
Dikutip dari kantor berita Antara, Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Salim Abdullah al-Jaber al-Sabah mengumumkan upaya penyelamatan yang sedang berlangsung. Juga menyatakan bahwa operasi itu dilakukan sebagai respons terhadap krisis keamanan di Sudan.
Di tengah pertempuran antara militer dan kelompok paramiliter di negara Afrika Utara itu, semua warga Kuwait yang ingin kembali ke negerinya tiba dengan selamat di Kota Jeddah, Arab Saudi. Upaya terus dilakukan untuk membawa mereka pulang.
Sementara itu, Mesir mengatakan telah melakukan kontak dengan pihak berwenang di Sudan untuk mengamankan evakuasi warga negaranya.
Baca Juga: Kronologi Perang Sudan, Konflik Dua Pemimpin Militer Pasca Kudeta
Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Jumat (21/4/2023) bahwa misi diplomatiknya di Wadi Halfa, Sudan utara, memantau kondisi warga negara Mesir di Sudan dan berupaya memfasilitasi kepulangan mereka melalui penyeberangan darat antara kedua negara.
Sebelum upaya penyelamatan warganya, pada Selasa (18/4/2023) maskapai penerbangan Mesir Egypt Air mengumumkan penangguhan penerbangan ke dan dari ibu kota Sudan, Khartoum, di tengah situasi keamanan yang tidak stabil di Sudan.
Pertempuran antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) terus berlanjut dan mengakibatkan sedikitnya 413 korban tewas dan 3.551 orang terluka, menurut data PBB per 21 April 2023.
Upaya internasional dan regional sejauh ini gagal mengakhiri pertempuran yang telah dimulai sejak 15 April 2023.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat yang disebut oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai kudeta.
Baca Juga: 5 Tradisi Takbiran di Berbagai Negara, Turki Sepi?