Suara.com - Gelombang pasang protes menjalar di banyak daerah ketika KUHP hendak disahkan tahun 2019. Diwarnai ‘September razia’ yang menyasar aktivis dan jurnalis, rancangan undang-undang itu berhasil digagalkan. Selang dua tahun, KUHP benar-benar disahkan. Disebut justru membawa spirit hukum neokolonial.
BARU TIGA SENDOK nasi berlauk ayam goreng yang masuk ke mulut Dandhy Dwi Laksono, saat ia mendengar gerbang rumah digedor-gedor.
Namun, ketukan keras di pintu gerbang rumah tak membuat jurnalis sekaligus pendiri Watchdoc itu beranjak dari meja makan. Ia berpikir, biasa, mungkin ada tetangga yang datang.
Santai, Dandhy tak tergesa-gesa membukakan pintu. Lagi pula, nasi ayam goreng buatan sang istri terasa nikmat disantap sepulang bekerja.
Dandhy baru saja pulang dari kantornya sekitar pukul 22.45 WIB, Kamis 26 September 2019. Dia sempat sebentar beristirahat sebelum santap malam di meja makan.
Sang istri lantas berinisiatif membukakan pintu. Ada empat orang berdiri di depan pagar, satu mobil sudah terparkir di dekatnya.
Selain petugas keamanan kompleks perumahan, istri Dandhy tak mengenal keempat orang lainnya.
“Mas, coba lihat dulu, ada empat orang datang, saya gak kenal,” kata istri kepada Dandhy.
Dandhy menghentikan makannya. Dia bergegas mendekat ke pintu untuk melihat tamu tak diundang. Ia juga tak mengenali mereka.
Baca Juga: Wamenkumham Sebut RUU Perampasan Aset Bakal Dikirim ke DPR dalam Waktu Dekat
“Siapkan kamera, rekam semuanya ya, buat dokumentasi, jaga-jaga,” pinta Dandhy.