"Jadi secara substansi itu sama (seperti di masa Orde Baru), cuma beda teknik (pembungkamannya) saja. Karena teknologinya juga sudah berbeda," ungkap Arief.
Pasal-pasal KUHP baru yang berpotensi mengancam kebebasan berekspresi dan kemerdekaan Pers di dalam KUHP menurut pendapatnya merupakan model pengaturan 'represif' kekinian, yang dipergunakan oleh penguasa.
"Ini kan aturan-aturan yang represif sebenarnya, itu juga berubah. Jadi disudah enggak pakai SIUP-SIUPan (ancaman cabut surat izin usaha penerbitan) lagi, tapi mainnya, ok itu pidana," kata dia.
Hal lain bagi Arief yang perlu dikhawatirkan dengan adanya ancaman pemidanaan terhadap kerja-kerja jurnalis dan perusahaan pers ialah timbulnya swasensor.
Khususnya ketika menyangkut suatu peristiwa atau perkara yang bersinggungan dengan para penguasa.
"Kalau itu berpengaruh ke korporasinya ya, banyak yang dipertaruhkan buat perusahaan di situ. Jadi swasensor itu menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi," kata Arief.
---------------------------------
Artikel ini adalah hasil kolaborasi peliputan antara Suara.com dan Jaring.id serta mendapat dukungan dari Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN).
Tim Kolaborasi
Penanggung Jawab: Fransisca Ria Susanti (Jaring.id); Reza Gunadha (Suara.com)